Oleh
Agus Ali Imron Al Akhyar
Istilah orang melek teknologi adalah seseorang yang sudah memahami dan mempergunakan teknologi sebagai bagian dari kehidupannya. Tak hayal, mayoritas guru dan murid terlihat sering membawa leptop (Notebook) daripada membawa buku. Sekarang, penyedia layanan akses internat sudah tidak asing lagi. Berbagai produk dari dalam maupun luar negeri, bisa diakses dengan hitungan detik.
Setelah teknologi perang nuklir, dunia mengenal istilah baru, yaitu perang asimetri atau assimetric warfare. Perang asimetri berlangsung dalam pelbagai mandala, seperti pemberitaan media masa, jejaring sosial dunia maya (baca: Facebook, Twitter, Chatting MIRC), tempat satuan tempur, dan terkadang tanpa aktor negera sebagai belligerent atau pihak yang bertempur (Kompas, 16 Maret 2011, hal. 3).
Sehingga perkembangan teknologi kalau tidak diimbangi dengan kedewasaan akhlak dan moral, yang terjadi adalah penyalahgunaan teknologi. Peran utama dalam era teknologi atau era digital adalah manusianya yang seharusnya mempunyai jiwa positif. Keberanian untuk mempergunakan teknologi, tentunya juga harus mempertanggungjawabkan pilihan tersebut sebagai totalitas bagi mereka yang ingin hidup lebih baik dari keberadaan perkembangan teknologi.
Perkembangan teknologi memang membuat kecanduan produsen (pemakai), ibarat “mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”. Dari istilah tersebut kita bisa menyadari, bahwa komunikasi dengan saudara yang jauh memang perlu, namun jangan sampai kita menjauhkan jarak komunikasi yang berada didekat kita.
Internet dan Nasib Perpustakaan Sekolah
Sering kita dapati para pelajar mempergunakan fasilitas internet untuk mencari bahasan referensi makalah. Perpustakaan sekolah sudah dianggap kuno, apalagi perpustakaan yang tidak up to date mengenai buku-buku terbaru. Keberadaan Mbah Google merupakan jejaring yang sering dipergunakan pelajar untuk mencari artikel, foto, berita, buku referensi, dan lain sebagainya, yang akhirnya terjadi istilah budaya copy paste.
Kemajuan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan merupakan dua hal yang berjalan berdampingan. Teknologi informasi yang membawa kemudahan mengakses informasi telah membawa pengetahuan yang baru (Kompas, 1 Maret 2011, hal. 35). Kita tidak boleh menghakimi perkembangan zaman, namun yang perlu kita lakukan adalah memanfaatkan perkembagan zaman tersebut untuk kemaslahatan manusia.
Pendidikan Akhlak
Maraknya fitur teknologi yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahan terkemuka, akibatnya membius generasi muda untuk selalu merubah gaya hidupnya. Kalaupun tidak mengikuti perkembangan teknologi, dianggap kuno atau GAPTEK. Guru dan murid pun dituntut untuk mempu secara optimal menguasai era teknologi. Sehingga untuk mengurangi sisi negatif penggunaan teknologi, perlunya keterbukaan antara orangtua dan anak, guru dan murid, serta terpenting adalah lembaga pendidikan dengan masyarakat.
Komunikasi yang baik, tentu diharapkan untuk saling mengontrol penggunaan teknologi digital. Pengawasaan agar tidak terjadi penyalahgunaan teknologi memang kerap kali masih lemah. Maraknya pornografi, free sex, kenakalan remaja, merupakan korban negatif penggunaan teknologi. Jadi, pengontrolan, pengawasan, serta pengarahan terhadap anak (pelajar) terus selalu digencarkan.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dalam prosesnya mampu mengembangkan seluruh fitrah peserta didik, terutama fitrah akal dan agamanya. Dengan fitrah ini, peserta didik akan mengembangkan daya berpikir secara rasional. Sementara melalui fitrah agama, akan tertanam pilar-pilar kebaikan pada diri peserta didik yang kemudian terimplikasi dalam seluruh aktivitas hidupnya (Abduh, 1972:117).
Jangan sampai perkembangan teknologi mempengaruhi prilaku (akhlak) anak didik menjadi menyimpang. Manfaatkan teknologi sebagai pendukung positif dalam kehidupan kita. Ibarat serangan, maka perkembangan teknologi pada era digital kali ini adalah serangan bertubi-tubi. Setiap satu minggu, selalu terdapat produk terbaru untuk memanjakan konsumennya. Siapkah kita untuk menghadapi ini semua?