Setelah
Tanah Jawa ditumbali oleh Syekh Bakir. Tanah Jawa bagian selatan masih dinamakan Kalangbret. Daerah
tersebut dipimpin seorang adipati yang bernama Adipati Kalang. Setelah itu ada
seorang pengembara yang berasal dari daerah Mbayat yang bernama Raden Panca.
Raden Panca mempunyai seorang kekasih yang bernama Dewi Jah putri dari Bantul.
Setelah mereka menjalin hubungan yang lama, orang tua dari Dewi Jah tidak
merestuinya. Akhirnya Dewi Jah disuruh pergi meninggalkan rumah. Kemudian Raden
Panca dan Dewi Jah meninggalkan daerah Mbayat berjalan menuju ke timur ke
daerah Kalangbret.
Sesampai
di Kalangbret, mereka berkelana menuju ke arah selatan hingga sampai di daerah
Wadjak di rumah Tumenggung Surontani. Di rumah Tumenggung Surontani mereka
menumpang untuk beristirahat sejenak hingga akhirnya meneruskan perjalanan
menuju ke arah selatan hingga sampai di daerah Wadjak Gamping.
Kemudian
Raden Panca dan Dewi Jah mempunyai keinginan untuk babat alas untuk mendirikan
sebuah daerah yang dinamakan Desa Gamping. Setelah itu nama Raden Panca berubah
menjadi Raden Pancasura dan nama Dewi Jah berubah menjadi Dawijah. Raden Pancasura
merupakan seorang anak yang sakti mandraguna. Pekerjaan sehari – harinya hanya
sabung ayam dan ikan ke daerah Buret dan Bedalem.
Setelah
Desa Gamping semakin rame, Raden Panca mengadakan pemerintahan pertama yang
dipimpin seorang Demang Cerme yang bernama Punjul Sukodono. Demang Cerme
mempunyai tugas setiap bulannya untuk melaporkan keadaan Desa Gamping kepada
Tumenggung Surontani. Tumenggung Surontani mempercayai penuh kepada Demang
Cerme. Demang Cerme dipercayai untuk mencari bawahan seperti Lurah. Carik, dan
sebagainya.
Lurah
pertama yang ditunjuk untuk memerintah Desa Gamping tersebut bernama Lurah
Malangtika. Pada saat pemerintahan Lurah Malangtika, wilayah Desa Gamping
samapai Kali Sembung. Pada suatu hari, di Kali Sembung tersebut ditemukan
bangkai kerbau dan bangkai manusia. Bangkai manusia tersebut, kepalanya
menompang di atas lesung. Maka kali tersebut dinamakan Kali Plesungan.
Pada
saat pemerintahan Demang Cerme, Desa Gamping menjadi sangat rame dan akhirnya
datang penjajah yang mendirikan sebuah Pabrik Gamping yang bahan bakunya
berasal dari batu kapur. Maka dari itu, hingga sekarang dinamakan Desa Gamping.
Pada
suatu hari, Demang Cerme dan Lurah Malangtika berjalan di sebuah pegunungan,
mereka menemukan sumber air yang tertutup batu karang. Mereka berdua
berinisiatif membuka batu karang tersebut agar air dapat digunakan masyarakat
sekitarnya. Oleh karena itu sejak dulu sampai sekarang, daerah tersebut
dinamakan Desa Karanganyar yang masuk wilayah Desa Gamping. Setelah itu, Desa
Karanganyar membentuk RT dan RW.
Lurah
Malangtika termasuk orang yang sakti mandraguna. Tunggangannya saja seekor kuda
yang sangat hitam dan besar yang dinamakan Kuda Gagak Rimang. Lurah Malangtika
pekerjaan sehari – harinya adalah berjudi dan sabung ayam.
Raden
Pancasura dan Dawijah mendirikan perguruan yang mempunyai banyak anak buah.
Lalu Raden Pancasura dan Dawijah meninggal dengan cara muksa (ngragasukma) yang
sampai sekarang konon katanya tinggal di pohon tekik dan pohon asam jawa.
Tempat tersebut menjadi keramat dan oleh masyarakat sekitar dipercayainya.
Setelah
Raden Pancasura dan Dawijah meninggal, Desa Gamping dipimpin Lurah Malangtika.
Lurah Malangtika diutus Demang Cerme untuk mencari Lurah berikutnya yang
bernama Lurah Asmadi, lurah ketiga bernama Lurah Gamaya, lurah keempat bernama
Lurah Jikan, lurah kelima bernama Lurah Damar Pancakarta, lurah keenam bernama
Lurah Rawimejo, lurah ketujuh bernama Lurah Tanirejo, lurah kedelapan bernama
Lurah Dasar Rawimejo, lurah kesembilan bernama Lurah Sontono, lurah kesepuluh
bernama Lurah Muslodarmo, lurah kesebelas bernama Lurah Kromo, lurah kedua
belas bernama Lurah Kusnamartorejo, lurah ketiga belas bernama Lurah Musadi
Wiramiharjo, lurah keempat belas bernama Lurah Ramelan, lurah kelima belas
bernama Lurah Irtaji, lurah keenam belas bernama Lurah Mahmudiyah, lurah
ketujuh belas juga bernama Lurah Mahmudiyah, dan lurah kedelapan belas atau
sekarang ini bernama Lurah Sinto Suyono.
Sejarah Desa Gamping
Pada
zaman Pra Sejarah, kehidupan manusia purba berawal dari arah Pacitan menuju ke
timur dan kemudian berbelok ke arah utara mengikuti arah pegunungan seperti
Panggul – Pantai Prigi – Pantai Popoh dan kehidupannya menempati goa – goa
disepanjang pegunungan yang di lewati.
Kehidupan
pada zaman tersebut manusia purba sudah mengenal berbagai macam peralatan –
peralatan yang digunakan untuk memenuhi kehidupannya. Peralatan – peralatan
tersebut meliputi kapak batu, periuk dari tanah liat, dan panah yang digunakan
untuk berburu.
Untuk
di daerah Gamping sebetulnya pada zaman dahulu (Belanda) itu bernama daerah
Wadjak ( dan kemungkinan di derah itu ditemukan kerangka atau fosil dari
manusia purba yang diberi nama Homo Wajakensis ).
Mengenai
hal itu di daerah tersebut ada peninggalan berupa tugu yang isinya menyatakan pernah
di datangi seorang Gubernur Belanda yang bernama VAN ZUN EXC. DEN. Dan dengan
itu, semula daerah itu yang bernama Wadjak diubah namanya menjadi Desa Gamping.
Dinamakan Desa Gamping dikarenakan di daerah tersebut banyak sekali tambang
bebatuan gamping. Dan oleh Belanda di daerah tersebut didirikan Perusahaan
Pembakaran Batu Gamping.