Jumat, 17 Agustus 2012

TERMINAL “NGROWO” MERAJUT BENANG KEABADIAN KEARIFAN LOKAL SEBUAH NAMA UNTUK TERMINAL NGROWO

Oleh
Agus Ali Imron Al Akhyar



Perlunya penamaan terminal yang ada di Tulungagung dengan sebutan Terminal Ngrowo karena Ngrowo identik dengan daerah Tulungagung, selain itu menyimpan kearifan lokal. Masyarakat sendiri cudah tidak asing lagi apabila mendengar istilah Ngrowo, atau Bonorowo. Maka dari itulah sosok nama terminal di Tulungagung memiliki ciri khas yang utama, sebuah ciri yang mengidentitaskan daerahnya, yaitu NGROWO.



LATAR BELAKANG
Alfian menuliskan didalam makalahnya, bahwasanya ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan kecepatan tinggi ini semakin mendorong terjadinya modernisasi di segala bidang secara kelanjutan. Perkembangan baru ini memaksa setiap orang, kelompok, lembaga, para pengambil keputusan, baik di tingkat lokal, regional, maupun internasional meninjau ulang setiap putusan atau kebijakan yang diambilnya. Selanjutnya diperlukan kebijakan yang tepat, akurat, efisien, efektif yang harus dilakukan secara cepat. Sementara itu, pengambilan keputusan dan kebijakan menjadi semakin pelik serta sulit dilakukan, karena permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang muncul semakin beragam, bersifat simultan, kompleks dan tumpang tindih, mendesak untuk diselesaikan secara memuaskan banyak pihak[1].

Sebuah daerah tentu memiliki ciri khas tertentu, baik dalam sudut pandang kebudayaan, kesenian, maupun kesejarahan. Identitas sebuah daerah tentu dapat diidentifikasi dengan keberadaan potensi yang ada di daerahnya (lokal). Sehingga dari lokalah kita sebagai generasi muda mampu merasa bangga dengan keberadaan kesejarahan lokal bisa terangkat menjadi abadi di khalayak masyarakat umum. Kesadaran tentang masa lalu bukan saja menjadi milik masyarakat tradisional yang masih primitif, melainkan juga tumbuh dalam masyarakat modern, seharusnya.

Perkembangan zaman semakin menentu menuju arah peradaban baru, untuk itu setidaknya keberadaan kesejarahan yang terdapat di tingkat lokal tidak tergeser dengan mudahnya. Etika kita sebagai manusia modern, setidaknya tetap menghormati warisan kesejarahan yang ada di daerah. Perlunya pengabadian tersebut dikarenakan dari peradaban terdahulu (sejarah) kita bisa menikmati kehidupan sekarang ini, khususnya di daerah Tulungagung.

Pengabadian terhadap kesejarahan tidak harus dalam bentuk tulisan buku, artikel, essay, atau arsip. Melainkan keberadaan kesejarahan bisa diwujudkan dalam bentuk sebuah nama bangunan, bangunan kali ini bisa kita contohkan seperti pembangunan terminal yang berada di daerah Tulungagung. Alasan tersebut, sejarah bisa dijadikan sebagai sektor lokal untuk memberikan apresiasi kesejarahan nasional, salah satunya adalah pembangunan “Terminal Ngrowo”. Nama Ngrowo sangat tepat untuk diaplikasikan sebagai nama terminal sektor transportasi di daerah Tulungagung.

Mengerahkan budi dan daya ciptanya, merupakan sebuah sikap empati yang tinggi dalam menggabungkan benang kesejarahan masa lalu dengan masa sekarang. Sejarah tidaknya hanya masa lalu saja, melainkan kita bisa jadikan sektor perkembangan di masa zaman modern seperti kali ini. Selain sebagai jati diri lokal, keberadaan Tulungagung masa lampau dikenal dengan sebutan “Ngrowo”. Dampak positif apabila kita mampu untuk mengaplikasikan keberadaan masa lalu (sejarah) sebagai sektor perekonomian daerah.

Sejarah merupakan gabungan dari keduanya, yaitu fakta masa lalu dan pengaplikasian pada zaman sekarang. Kearifan dalam tingkat lokal akan terus lestari dan dioptimalkan perpaduan masa, masa sejarah dan masa kontemporer. Sejarah yang merupakan bagian yang penting dalam pembangunan dalam suatu daerah, sejarah merupakan wacana intelektual bagi generasi muda. Sehingga dengan latar belakang di atas penamaan Terminal Ngrowo bagi terminal transportasi di Tulungagung sangat tepat.

ALASAN PENAMAAN TERMINAL NGROWO
Terminal daerah Tulungagung merupakan ruang publik yang harus terjaga keberadaannya. Sebuah asset bangunan pemerintahan daerah ini merupakan ruang publik terbuka untuk masyarakat, sehingga perlunya mempunyai ciri khas tertentu untuk memudahkan bagi masyarakat dalam mengenang keberadaan daerah Tulungagung. Keberadaan terminal di daerah Tulungagung, merupakan sentral instrument transportasi publik bagi masyarakat, sehingga dimungkinkan harus mempunyai kesan tersendiri mengenai keberadaan terminal tersebut.

Begitu pula mengenai penamaan keberadaan terminal di Tulungagung, kalau bagi penulis istilah terminal merupakan pusat komunikasi, tranportasi, dan mediasi yang apik dalam tata ruang di perkotaan, seperti halnya di daerah Tulungagung. Sehingga penulis mempunyai usulan penamaan terminal di Tulungagung dengan sebutan nama “TERMINAL NGROWO”.

Sebab nama Ngrowo sendiri merupakan identitas yang khas dan mempunyai asal usul penamaan Ngrowo yang jelas, terkait dengan kesejarahan yang ada di daerah Tulungagung. Mayoritas masyarakat Tulungagung sendiri mengenal dengan nama Ngrowo. Sehingga sudah sepantasnya nama Ngrowo perlu diabadikan dan dikenang sebagai tonggak identitas penamaan terminal.

Sebuah daerah, wilayah, maupun daerah, harus bahkan bisa dihukumi wajib agar memiliki ciri khas identitas yang mengena dihati masyarakatnya. Seperti keberadaan terminal Ngrowo yang berada di daerah Tulungagung. Terminal Ngrowo sendiri setidaknya menjadi salah satu ciri bukti kesejarahan lokal yang khas dari sebuah nama pergantian antara Ngrowo ke nama Tulungagung. Identitas tersebut jangan sampai hilang untuk generasi muda zaman sekarang dan masa depan.

Alasan utama atas penamaan TERMINAL NGROWO untuk keberadaan terminal yang ada di Tulungagung adalah agar keberadaan kesejarahan lokal mampu mewujudkan identitas kearifan lokal yang nantinya menjadi tonggak utama dalam kesejarahan lokal. Generasi sekarang ini sudah hamper tidak mengetahui keberadaan kesejarahan lokal yang ada di Tulungagung. Selain itu, dengan penamaan terminal Ngrowo diharapkan bisa menjadi media antara sejarah dengan generasi sekarang ini. Kesejarahan lokal merupakan identitas yang harus tetap dipertahan keberadaannya, sehingga generasi berikutnya tidak musnah mengenai pemahaman kesejarahan lokal, identitas tersebut sekiranya bisa dijadikan sebuah nama terminal, nama jalan, maupun nama gedung pemerintahan daerah, salah satunya adalah nama TERMINAL NGROWO.

Sehingga sesuai dengan namanya, Terminal Ngrowo akan menjadi rawa-rawa manusia yang ingin berinteraksi transportasi dalam hal mobilitas kehidupan. Sudah sewajarnya nama terminal yang ada di Tulungagung diganti nama menjadi TERMINAL NGROWO.

RUANG PUBLIK; BERNAMA TERMINAL NGROWO
Tidak hanya sekedar bernama saja, melainkan penamaan Terminal Ngrowo juga memiliki alur kearifan lokal. Masyarakat secara luas mengenal Ngrowo dikarenakan keberadaan kesejarahan lokal yang penuh menyimpan makna yang sangat berarti. Sehingga nama Terminal Ngrowo sudah menjadi identitas arif bagi masyarakat Tulungagung, identitas lokal yang sungguh menyimpan makna berarti bagi seluruh kalangan yang utamanya bagi mereka kelahiran Ngrowo (sekarang Tulungagung).

Terminal merupakan ruang publik yang sangat berarti, maksudnya di terminal itulah terjadi transaksi, komunikasi, dan transportasi bagi kehidupan masyarakat. Sehingga perlunya nama yang berarti menjadi ikon tersendiri dalam sebuah daerah. Daerah Tulungagung merupakan daerah dipersimpangan transportasi, maksudnya adalah jalur tengah yang sangat kondusif dalam transportasi.

Ruang publik itu bernama terminal Ngrowo, bisa dikembangkan tidak hanya menjadi terminal saja, melainkan bisa dijadikan Museum Ngrowo, taman bermain, dan temat ibadah, sehingga tidak hanya sekedar terminal saja. Ketika melihat potensi terminal yang berada di Tulungagung bisa dikembang multidimensional, tidak hanya terminal melainkan dikembangkan yang lebih kondusif, yaitu media belajar, pariwisata, dan ibadah. Itulah makna GUYUB RUKUN MBANGUN DAERAH, secara umum antara ibadah dan makna kehidupan menjadi satu.

Kondisi daerah Tulungagung, secara perekonomian memang membutuhkan mobilitas kerja yang tinggi, sehingga perlunya dukungan instrument terminal juga harus terwujud. Pada dasarnya terminal merupakan arah kemajuan bagi sebuah perekonomian dan transportasi sebuah daerah. Itulah Terminal Ngrowo yang nantinya menjadi petilasan kesejarahan Ngrowo-Tulungagung.

Menghargai potensi lokal, mewujudkan kita masih peduli untuk mengenang, mengabadikan, dan memberdayakan serta mengembangkannya agar menjadi lebih optimal. Secara tidak langsung nama Ngrowo divandelisasikan menjadi Terminal Ngrowo. Sehingga terminal Ngrowo akan dibanjiri warga yang ingin berinteraksi transportasi, dengan banjirnya warga dalam bertransportasi secara tidak langsung juga menjadi asset daerah.

NAMA ADALAH SEBUAH DOA
Istilah yang saya pakai dalam penamaan Terminal Ngrowo adalah agar nantinya terminal di Tulungagung menjadi rawa-rawa manusia yang ingin bertransportasi dalam hal mobilitas kehidupan dalam perekonomian, dan lain sebagainya. Sehingga nama Terminal Ngrowo merupakan doa agar nantinya terminal yang ada di Tulungagung bisa menjadi ikon terdepan dalam hal multidimensi, baik secara perekonomian, mobilitas kehidupan, wisata, dan lain sebagainya.

Penamaan Terminal Ngrowo merupakan sebuah doa, agar nantinya Tulungagung semakin hidup keberadaanya, tidak mati suri layaknya sebuah daerah yang minim akan transportasinya. Rawa-rawa manusia akan menjadi sesuatu hal yang bermakna tinggi, penuh makna kehidupan yang berarti dan kehidupan kedepan akan menjadi baik dan optimal dalam mobilitasnya.

MAKNA KESEJARAHAN NGROWO-TULUNGAGUNG
Tulungagung, mempunyai dua arti; Pertama : Tulung dalam bahasa sansekerta artinya SUMBER AIR atau dalam bahasa jawa dapat dikatakan UMBUL. Arti yang kedua    :Tulung yang berarti pemberian pertolongan atau bantuan, adapun AGUNG berarti BESAR. Jadi lengkapnya TULUNGAGUNG mempunyai arti “SUMBER AIR BESAR” dan “PERTOLONGAN BESAR”, meskipun SUMBER AIR dan PERTOLONGAN itu berlainan artinya, namun di dalam sejarah Tulungagung keduanya tidak dapat dipisahkan, karena mempunyai hubungan erat sekali dalam soal asal usul terbentuknya daerah maupun perkembangannya.

Berdasarkan sumber lisan yang turun-temurun dimasyarakat adalah adanya segerombolan orang yang meminta pertolongan akibat adanya banjir bandang yang disebabkan oleh dicabutnya lidi oleh seorang anak kecil (Jaka Baru Klinting). Sehingga segerombolan orang-orang yang meminta tolong itu dijadikan nama sebuah kota yang disebut “TULUNGAGUNG”.

Perlu kita ketahui bahwasanya Kalangbret dan Ngrowo sebenarnya merupakan administrasi satu kebupaten. Seiring dengan berkuasanya Pemerintahan Belanda dan Inggris, Kabupaten Ngrowo harus melayani majikan baru dan harus berpisah dengan Pemerintahan Sultan. Pemerintahan Belanda/Inggris ini ternyata hanya mampu mengeluarkan perintah-perintah belaka tanpa adanya perhatian terhadap nasib rakyat. Pada saat kegoncangan tersebut Bupati Ngrowo dijabat oleh R.M. Mangoennegoro, putra dari Hamengku Buwono III.

   Pada tahun 1824, yaitu pada masa pemerintahan Bupati IV R.M.T Pringgodiningrat Kabupaten Ngrowo akhirnya dipindah ke pusat kabupaten baru yang terletak di sebelah timur sungai ngrowo. Dimana sekarang menjadi pusat pemerintahan Kota Tulungagung. Sebagian keterangan ini saya dapat dari sumber sejarah ataupun dari legenda turun-temurun yang pernah diceritakan serta dibukukan.

   Adapun dari versi sejarah dapat dikatakan bahwa perpindahan Kabupaten Ngrowo ini adalah adanya alasan kenaikkan pemerintahan sehubungan dengan adanya dasar-dasar pemerintahan baru dimana bupati-bupati diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jendral atas usulan Presiden. Sedangkan menurut versi legenda atau lisan, menyatakan bahwa perpindahan Kabupaten Ngrowo ke bagian timur sungai ngrowo berdasarkan wisik RMT. Kusumoyudo dimana dalam wisik itu beliau melihat seberkas sinar lurus ke atas yang berasal dari sebuah tombak yang tertancap di pusat kota (sekarang alun-alun)[2]. Sehingga hal tersebut diyakini bahwa daerah tersebutlah yang nantinya akan menjadi pusat kota baru yang makmur.

   Sekilas uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya perpindahan Ngrowo ke Tulungagung disebabkan oleh dua hal, yaitu karena Belanda/Inggris telah memberikan janji-jani kosong kepada Pemerintahan Tulungagung dan yang ke dua yaitu karena adanya wisik yang menimbulkan suatu anggapan apabila pusat pemerintahan dipindahkan ke Kota Tulungagung akan berdampak lebih baik dan makmur.

   Dampak dari perpindahan, dari wilayah Kalangbret dilihat sekarang ini dapat diamati bahwa letaknya sangat strategis. Namun seiring perkembangan zaman, Kota Tulungagung mengalami kepesatan dalam berbagai bidang. Mulai dari bidang ekonomi maupun sosial, penduduknya semakin maju dalam berpikir sehingga Tulungagung berpotensi sangat baik dalam ranah struktural pembangunan. Sejarah merupakan suatu estafet bagi pemerintahan sekarang untuk lebih maju dan lebih baik dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan hadirnya ulang tahun Kabupaten Tulungagung ini menjadikan semangat masyarakat luas untuk menuju daerah yang dinamis dan harmonis.

Keterkaitan penamaan Terminal Ngrowo adalah Ngrowo adalah masa lalu Tulungagung, masa lalu ada sejarah yang harus tetap kita pelajari, ingat kita pelajari untuk diambil sisi positifnya. Sebuah ungkapan memaparkan “DULU HINGGA SEKARANG SEJARAH ADALAH WAWASAN INTELEKTUAL BAGI KITA SEMUA.”

SEBUAH SIMPULAN
Nama terminal merupakan identitas yang sangat inti sekali maknanya dalam suatu daerah, sehingga perlunya penamaan terminal yang menyimpan makna yang berarti. Terminal merupakan sentral transportasi dalam sebuah daerah, maknanya adalah dengan keberadaan terminal bisa disebut sebagai jantungnya sirkulasi transportasi bagi masyarakat. Hidup-hidupilah terminal daerah, sehingga bisa menghidupi sirkulasi transportasi daerah.




[1] . Ibrahim Alfian, 1994. “Keterkaitan dan Kesepadanaan Disiplin Sejarah”, makalah Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Sastra dan Seni Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Tanggal 29-11 Tahun 1994.
 [2] . Tombak tersebut diyakini penduduk sebagai penolak banjir yang mana pada dahulu Ngrowo pernah banjir besar yang dikarena Tombak tersbeut dipinjam dalam melawan Belanda di Surabaya pada 10 November, tombak tersebut kini tersimpan di Ndaleman Tulungagung, Kepatihan. Tombak itu bisa disebut dengan Kyai Upas.