Oleh
Agus Ali Imron Al Akhyar
Nampak
kejelasan, bahwanya ketika manusia akan merubah dirinya dari satu etape ke
etape yang lebih baik, dia harus berpikir dan juga melaksanakan dari olah
berpikirnya. Begitu pula seperti yang diadakan oleh Kelompok Ilmiah Remaja MAN
Tulungagung 1, pada hari sabtu dan minggu tepatnya tanggal 12-13 November 2011.
Dengan adanya pelatihan menulis karya tulis ilmiah, diharapkan peserta didik
mampu memberdayakan pola berpikir yang dipadukan dengan penelitian lapangan.
Pelatihan
KIR tersebut mengambil tema “Wujudkan Potensi Diri Kita, Untuk Berkarya,
Berkreatifitas, Inovasi, dan Juga Memiliki Dedikasi Kepribadian yang Tinggi,”
sehingga dari pola berpikir tersebut di atas, tentunya peserta KIR mampu
berpikir secara luas dalam hal dunia keilmiahan.
Setiap
manusia tentu mempunyai otak untuk berpikir, namun dalam menuangkan dalam
bentuk akademika menulis masih minimalis. Ada pula yang mampu berbiacara dengan
baik, tapi apa yang dia bicarakan belum tentu mampu ia menuangkan dalam bentuk tulisan. Ada juga
yang berpikir bagus, yang disertai dengan menulis baik, tapi saat untuk
mempresentasikan sulit untuk berbicara. Jadi, diperlukannya keseimbangan antara
mental otak (berpikir) dengan berbicara (mempresentasikan).
Untuk
pendidikan lingkungan, tentu kita sebagai seorang pelajar juga harus mampu
mengenalinya. Hal itu membuktikan bahwa sebagai pelajar juga harus memiliki
lingkungannya untuk media pembelajaran. Seperti yang dilakukan oleh anggota KIR
MAN Tulungagung 1, salah satunya mengenali potensi kesejarahan yang ada di
sekitar lembaga pendidikan.
Pelatihan
Menulis
Di MAN
Tulungagung 1, barusan diselenggarakan pendidikan dan pelatihan Kelompok Ilmiah
Remaja (KIR), dilaksanakan pada hari sabtu-minggu tanggal 12-13 November 2011. Acara
tersebut diikuti 50 peserta, dari kelas satu dan kelas dua. Selain itu juga,
keberadaan kegiatan ini merupakan rangkaian materi KIR yang biasanya
dilaksanakan sesudah shalat jum’at.
Kegiatan
penulisan karya tulis ilmiah ini diadakan pada sabtu malam minggu, dan
dirangkai pada hari minggunya adalah kegiatan di lapangan. Adapun yang menjadi
tujuan kegiatan di lapangan tersebut; museum daerah Tulungagung, Candi Gayatri,
dan Candi Sanggrahan.
Kegiatan di
atas merupakan salah satu pendidikan pengenalan lingkungan yang ada di sekitar
Madrasah. Lingkungan merupakan salah satu tempat yang dapat dijadikan media pembelajaran,
hal tersebut tergantung pada guru yang memberikan pengarahan terhadap peserta
didiknya.
Manusia diberi
pikiran (otak) dan rasa (hati), dimana keduanya harus digunakan. Rasa menjadi
penting digerakkan terlebih dahulu, karena seringkali dilupakan. Bagaimana
memulai pendidikan lingkungan hidup pendidikan lingkungan hidup harus dimulai
dari hati (qalbu). Tanpa sikap mental yang tepat, semua pengetahuan dan
keterampilan yang diberikan hanya akan menjadi sampah semata.
Pendidikan
Lingkungan
Pendidikan
lingkungan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan
yang dapat meningkatkan kemampuan siswa. Beberapa ketrampilan yang diperlukan
untuk memecahkan masalah diantaranya: Berkomunikasi: mendengar,
berbicara di depan umum, menulis secara persuasive (pendekatan), dan desain
grafis (mengerti gambaran umum); Investigasi: merancang survey, studi
pustaka, melakukan wawancara, mengamati, dan menganalisis data; Ketrampilan
kelompok: kekompakkan, kepemimpinan, pengambilan keputusan yang cerdas dan
bertanggungjawab, serta bermusyawarah mufakat.
Pendidikan
lingkungan adalah suatu proses untuk memahami, membangun populasi manusia agar
sadar dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya. Sinergi yang
harmonis antara manusia (pelajar) dengan lingkungan, akan membangkitkan
kepedulian, sehingga manusia (pelajar) yang memiliki pengetahuan, ketrampilan,
sikap, dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama, baik
secara individu maupun kolektif, untuk dapat memecahkan berbagai masalah yang
terjadi di lingkungan sekitar.
Lingkungan
sebagai media pembelajaran anak didik, selain itu juga dapat dijadikan ide
kreatifitas untuk menulis. Peradaban berkembang karena tulisan, bukan omongan.
Kita pikirkan tanpa ego, coba betapa susahnya kita untuk menelusuri jejak-jejak
sejarah manakala para pendahulu tidak menuliskan peradaban mereka. Penyair
Rusia, Tutchev, pernah berseloroh segala pemikiran yang diucapkan adalah suatu
kebohongan. Sekilas, pernyataan tersebut bisa memerahkan telinga, terutama bagi
Anda yang piawai ngomong, tetapi gagap menulis. Betapa tidak, segala
pemikiran yang diucapkan dianggap bohong belaka, padahal hari-hari sudah Anda
habiskan untuk ngomong, nihil untuk menulis. Namun, kalau mau sedikit
saja menggunakan akal sehat, layaklah Anda merah telinga? Bukankah peradaban
ini berkembang karena tulisan, bukan omongan? Bayangkan seandainya Plato, Syai’i,
Freud, Saokarno, Naisbit bisa ngomong, mungkinkah Anda bisa menelusuri
pemikiran mereka?
Untuk itulah
lingkungan dan dunia menulis, merupakan peradaban bagi kita khususnya, kalau
menurut tulisan di atas bahwasanya kita sebagai kaum sekarang harus mampu
membudayakan tulisan untuk peradaban saat ini. Sebut saja budayawan Emha Ainun
Nadjib, Sastrawan Pramoedya Ananta Toer, mereka adalah sedertan penulis yang
istiqomah terhadap kekayaan khasanah intelektual yang diberikan oleh Allah
Swt., kepadanya.
Bagaimankah
cara mengembangkan dunia menulis untuk saat ini? Tentunya kita sering mendengar
atau bahkan membaca slogannya, yaitu; memulailah dengan yang kecil
(sederhana), dimulai saat ini juga, dan mulai dari diri sendiri.
Menurut
Mohammad Diponegoro, tugas penting seorang pengarang atau penulis adalah
membaca. Kegiatan itu diperlukan untuk membuka diri terhadap cakrawala dan
pikiran baru. Hal-hal baru itulah yang akhirnya berperan menggelitik anak didik
untuk merefleksikan pandangan-pandangannya. Selain itu dengan adanya lingkungan
sebagai media pendidikan, dapat memberikan gagasan berpikir bagi peserta didik.<<>>