Oleh
Ngainun Nisak
MAN Tulungagung 1
Sejak berdirinya kerajaan Islam pertama di Indonesia, pada akhir abad ke
-13, Islam telah menjadi salah satu sumber dalam pembentukan nilai-nilai,
norma-norma dan tingkah laku rakyat Indonesia. Tanda kedatangan Islam di Pulau
Jawa sendiri dapat dibuktikan dengan adanya keberadaan makam Islam di daerah
Leren, Gresik. Salah satu nisan dalam komplek tersebut berangka tahun 475
H/1082 M dengan nama Fatimah Binti Maimun Bin Hibatallah.
Berawal dari masuknya agama Islam ke nusantara, perkembangan penyebaran Islam-pun
semakin pesat menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, termasuk kota kecil di
bagian selatan Provinsi Jawa Timur, yakni Tulungagung. Banyak sosok kiai yang
selain sebagai penyebar agama Islam di kota ini, namun juga turut ambil andil
dalam mengiringi perjalanan sejarah Kota Tulungagung itu sendiri. seperti
halnya; KH. Abu Mansyur, KH.Khasan Mimbar, Syekh Basyaruddin, Sunan Kuning dan
KHR. Abdul Fattah.
Meskipun para kiai tersebut
telah menghadap Sang Khalik, namun jasa-jasanya dalam penyebaran agama Islam di
daerah Tulungagung tidak bisa luntur begitu saja. Sehingga pada tantangan jaman
yang modern ini para generasi muda (baca:pelajar) terbuka mata pikirannya untuk
bisa mengenang dan mempelajari perjuangan para tokoh Islam di daerahnya.
Dengan minimnya sarana dan prasarana, serta
penginformasian terhadap luar, menjadikan makam tokoh Islam semakin sunyi
senyap dari sebuah keilmuan, bahkan dengan lingkup umum makam yang terlihat
sangat mistik dan mengerikan, semakin menambah keengganan masyarakat, juga khususnya
pelajar untuk mengunjungi makam tokoh-tokoh Islam tersebut.
Hal-hal di atas menjadikan kesedihan yang mendalam bagi
penulis, sekiranya pemerintah daerah mampu untuk mengembangkan serta menjadikan
situs-situs makam-makam tokoh Islam di daerah, khususnya Tulungagung sebagai
pembelajaran yang positif aktif bagi masyarakat dan khususnya pelajar sebagai
wawasan kesejarahan, dan menjadikaannya sebagai sub mata pelajaran muatan lokal
dalam bidang agama Islam bagi pelajar SMA/MA.
Masuknya pembelajaran tentang tokoh Islam kedalam
kurikulum lokal dapat memberikan warna baru dalam pembelajaran generasi muda. Hal
lain yang menarik adalah bisa memberika motivasi terhadap pelajar (baca:anak
didik) untuk bisa mentauladani perjalanan hidup para tokoh Islam yang telah
dimakamkan tersebut.
Untuk menghilangkan pemikiran masyarakat khususnya
pelajar tentang aroma kemistikan makam,perlu adanya pengembangan terhadap makam
tokoh Islam.Setelah dikembangkan,makam diberdayakan dengan salah satu cara
sebagai media pembelajaran dalam sub bahasan sejarah lokal.Maka dari itu
penulis menawarkan sebuah konsep untuk mengembangkan makam tokoh Islam dan
selanjutnya dapat dijadikan sebagai pembelajaran peserta didik.
Perpustakaan religi
Realita
antara pendidikan dan sejarah tidak dapat terpisahkan, sehingga pengembangan
makam Islam didampingi dengan perpustakaan religi. Perpustakaaan ini dilengkapi
dengan buku-buku mengenai sejarah tokoh-tokoh yang dimakamkan dan tokoh Islam
lainnya mengenai sepak terjang dalam menegakkan bendera Islam di Derah Tulungagung.
Seiring majunya teknologi,perpustakaan juga dilengkapi dengan penyadiaan media
komunikasi satelit yang berupa internet sebagai media komunokasi dan informasi.
Balai istighosah
Balai
istighosah didirikan di area makam sebagai tempat untuk mengadakn acara tahlilan,
maupun acara lainnya yang bersifat Islami. Selain itu juga agar di dalamnya
dapat dipakai sebagai tempat nonton film bersama sejarah tokoh tokoh Islam, yang
telah dijadwal dan minimal pemutarn film dan pertunjukan tersebut setiap satu
bulan sekali.
Home stay
Dalam
konsep ini penulis menawarkan akan dibangunnya rumah tinggal bagi pengunjung
(wisata ziarah religi).Hal ini berfungsi agar para wisatawan lebih
berkonsentrasi dan lebih memahami makna akan arti ziarah religi. Selain itu
dalam konsep Home Stay dijadikan sebagai tempat untuk bertahanus(merenung)dalam
perjalanan wisata religinya.
Kafe religi
Kafe
religi merupakan konsep sebuah area pasar seni yang di bangun di sekitar makam.
Pasar seni ini akan dikemas dan disajikan sedemikian rupa untuk menjual
berbagai manik-manik atau sovenir sebagai buah tangan pengunjung dalam
kaitannya dengan kunjungan wisata religi. Selain pasar seni,juga didirikannya
sebuah lesehan makanan daerah (rumah makan tradisional). Karena yang menjadi
tempat penelitian adalah daerah Tulungagung,maka penulis mencoba menawarkan
menu atau makanan khas dari daerah Tulungagung, antara lain; Nasi Bantingan, Lodo
ayam, sompil, kicak cenil, punten, pecel. Selain menu-menu tersebut, sebagai
pendampingnya adalah minuman tradisional berupa; wedang kopi (cethe), wedang
jahe, beras kencur, rujak uyub dan ronde.
Harapan penulis adalah antara pasar seni dan lesehan
sederhana ini bisa saling bersinergi dalam rangka mengembalikan roh budaya wisata
religi. Agar pengunjung tidak merasa bosan dan jenuh. Setelah adanya
pengembangan yang dikonsepkan penulis tersebut, maka pemberdayaannya bisa
dijadikan sebagai media belajar peserta didik SMS/MA dalam hal agama Islam. Dalam
hal ini, istilah pendidikan dapat diartikan sebagai pembangkit serta mengaktifkan
potensi-potensi tersembunyi yang hanya dapat diterapkan kepada objek didik yang
dapat dilakukan dengan masuknya sub bahasan makam tokoh Islam di dalam bangku
sekolah.
Makam-makam tokoh
Islam dapat dijadikan sebagai bahaan mata pelajaran Agama Islam dari sudut
pandang sejarah perjuangan tokoh Islam yang telah dimakamkan tersebut, dari
sudut pandang ilmu yang dimiliki tokoh Islam tersebut dan sudut pandang dari
gaya seni makam tersebut. Selain mempelajari dan mentauladani perjalanan hidup
para tokoh Islam yang telah meninggal, pelajar juga dapat mempelajari seni yang
terdapt pada makam tersebut (Antropologi).
Sehingga makam tokoh Islam perlu digali potensinya untuk menambah wawasan
lokal, dimana dari wawasan lokal-lah akan terwujud wawasan nasional.