Oleh
Agus Ali Imron Al Akhyar
Tokoh Islam satu ini merupakan salah satu tokoh yang berada di kawasan barat dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tulungagung, masyarakat luas menyebutnya dengan sebutan Makam Sunan Kuning. Makam tersebut merupakan sebuah makam yang menjadi salah satu penyebar Islam di daerah Bonorowo silam. Sehingga patut untuk dijadikan media pembelajaran bagi setiap generasi muda di daerah Tulungagung.
Nyantri di Ponorogo, Banyak Mendapat Cibiran dari Masyarakat
Selain KH Hasan Mimbar, ada lagi makam tokoh ulama penyebar agama Islam di Tulungagung, yang juga menjadi jujugan peziarah. Yakni, makam Zainal Abidin atau yang biasa disebut Sunan Kuning, yang dimakamkan di Dusun Krajan, Desa Macanbang, Kecamatan Gondang. Selama menjalankan tugas, banyak halangan yang dihadapi.
Makam Sunan Kuning memang sudah menjadi salah satu tempat yang ramai diziarahi. Terutama di malam Jumat Legi. Tak hanya dari Tulungagung dan sekitarnya, tetapi juga dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Maklum, Zainal Abidin konon berasal dari Jawa Tengah. Namun hingga kini kejelasan tentang asal usul masih masih simpang siur. Termasuk keberadaan masjid yang kini masih kokoh berdiri.
Apakah benar-benar peninggalan Zainal Abidin atau Tiban. Tiban, menurut kepercayaan orang Jawa, mendadak berdiri atau terbentuk tanpa ada yang membangun. Jelasnya, pembangunannya tak lagi menggunakan tenaga manusia, melainkan bantuan makhluk-makhluk halus.
Zainal Abidin diyakini menginjakkan kaki di Tulungagung sekitar tahun 1727 silam. Berdasar buku Sejarah dan Babat Tulungagung yang diterbitkan di oleh Pemkab Tulungagung, dia merupakan murid atau salah satu santri dari Kiai Mohammad Besari, tokoh ulama yang cukup ternama dan disegani asal Jetis, Ponorogo.
Di Ponogoro, Mohammad Besari, diberikan tanah perdikan dari Sunan Pakubuwono II dari Keraton Surakarta. ”Itu menurut buku Babat Tulungagung. Sejarah tentang Sunan Kuning sendiri sampai sekarang belum ada yang pasti, banyak cerita yang beredar. Termasuk kepercayaan orang di sekitar masjid sana,” kata Nurcholis, salah satu peneliti Sunan Kuning.
Nah, usai menuntut ilmu di Kota Reog, itu Sunan Kuning diberikan tugas atau amanat untuk menyebarkan agama Islam di daerah timur. Yakni, Tulungagung dan sekitarnya, termasuk Blitar dan Kediri. Makanya, beberapa pendapat juga menyebutkan, Sunan Kuning dimakamkan di kompleks pemakaman Wali di Setonogedong, Kota Kediri. Meski itu dibantah keras oleh sebagian peneliti.
Nah, selama tahun tersebut, Sunan Kuning bersama dengan santri mengajarkan kepada warga Tulungagung dan sekitar, untuk memeluk agama Islam secara utuh. Tetapi ada saja halangan. ”Termasuk dicibir atau dipandang miring. Dan itu sudah lazim ketika para tokoh ulama menyebarkan Islam. Karena sebelumnya ada ajaran yang pernah dianut selama berpuluh-puluh tahun,” tegasnya.
Di daerah Tulungagung pada waktu tersebut, masih hutan belantara. Sehingga memungkinkan untuk warga mengkeramatkan hingga melakukan penyembahan. Hal itulah yang memicu hati Sunan Kuning untuk meluruskan. Tengara jika dulu di lokasi sekitar banyak yang belum beragama Islam, benar adanya. Dulu, di depan masjid terdapat kubahan batu besar yang menyerupai kolam. Bahkan, tembok-tembok pagar batu bata mirip batu candi yang berukuran besar. Tembok pagar tersebut hingga kini masih berdiri dengan kokoh. Sementara kubangan kini telah tiada. ”Banyak yang belum masuk Islam,