Bangunan
Masjid Tiban masih nampak kuno dan Makam Sunan
Kuning perwujudan bangunannya sudah direnovasi, sedangkan batu nisannya tertumpuk
oleh renovasian. Sifat kekunoannya bisa dilihat dari adanya bangunan masjid serta tembok bata yang
mengelilingi area makam Mbah Sangiden, area makam yang berada di
selatan cungkup Makam Sunan Kuning. Letak Makam
Sunan Kuning berada di barat masjid. Dulunya daerah Masjid dan Makam Sunan
Kuning masih berbentuk hutan
belantara, sedangkan yang membabat kawasan tersebut
adalah Mbah Sangiden, tutur juru kunci yang akrab dipanggil Bapak Abdul
Ghani (74 Tahun) merupakan keturunan dari Mbah Sangiden.
Mbah
Sangiden putra mantu Kiai Kasan Besari Tegalsari Ponorogo, yang membabat hutan pada saat itu menemukan bangunan masjid dan
makam. Menurut Bapak Abdul Ghani, atas petunjuk (isyaroh) akhirnya oleh Mbah Sangiden
makam itu diberi nama Makam Sunan Kuning, sekarang terkenal dengan sebutan
Masjid Tiban dan Makam Sunan Kuning. Penuturan dari Bapak Abdul Ghani selaku
juru kunci keturunan dari Mbah Sangiden, pernah menemukan angka 1074,
diperkirakan angka tahun, yang berada di
salah satu usuk (Bhs. Jawa) bangunan masjid.
Makam Sunan Kuning yang sudah direnovasi, tidak bisa dilihat bukti asli
wujud makamnya. Batu nisan dan kijingannya sudah nampak renovasian. Adanya bangunan masjid yang dikenal dengan sebutan masjid tiban,
maka bisa disebut situs Islam. Sosok makam yang berada di cungkup besar,
dikenal sebagai Sunan Kuning dan adapula makam para sahabat yang berada di
sekitarnya. Sedangkan makam yang berada di sebelah
selatan bangunan cungkup, merupakan makam keturunan dari Mbah Sangiden sampai
anak keturunannya.
Tradisi
dibulan Ramadan, seperti tadarusan, membaca tahlil di makam Sunan Kuning,
hingga malaman di saat bulan Ramadan, kerap dilakukan oleh warga, maupun warga
dari luar daerah. Menurut juru kunci, banyak masyarakat luar daerah Tulungagung
yang mengunjungi makam Sunang Kuning pada sabtu, maupun minggu biasanya dari daerah Kediri, Blitar, dan
Nganjuk, bahkan dari luar Jawa Timur.
Kalaupun haul dari Eyang Sunan Kuning biasa dilaksanakan pada Bulan Selo setiap tahunannya.
Perlunya dijaga, dilestarikan, keberadaan Masjid dan
Makam Sunan Kuning, sebagai wujud penghormatan terhadap Eyang Sunan Kuning
maupun yang membabat daerah tersebut. Sebagai situs bersejarah
Islam, tentu diperlukan kebersamaan dalam menjaga keaslian situs sejarah Islam. Namun dengan adanya perbedaan pendapat, pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama mengenai perenovasian, itu sudah menjadi fenomena di setiap daerah. Sehingga unsur-unsur klasik tetap dipertahankan sebagai simbolisasi, bahwasanya situs tersebut nampak keasliannya. Terutama untuk bidang penelitian, untuk membangun merekonstruksi sejarahnya.