Oleh
Agus Ali Imron Al Akhyar
Pengajar dalam hal ini adalah guru yang memberikan wawasan keilmuan pada siswanya, guru memang dituntut untuk mampu memberikan pembelajaran dan wawasan keilmuan yang tidak membosankan. Perkembangan zaman semakin pesat, guru memang dituntut untuk profesional dan juga harus mampu menguasai teknologi digital. Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat kualahan bagi mereka yang mengajar masih menggunakan sistem tradisional. Pembelajaran konvensial yang cenderung masih berpusat pada guru (teacher centered), guru mengajar masih terpaku dengan buku-buku (text book centered) dan masih menggunakan metode berceramah. Metode semacam itu akan membosankan, monoton dan menjenuhkan bagi para siswa. Realita yang ada mayoritas pengajar di lembaga pendidikan masih menggantungkan teks-teks buku pelajaran. Nampak sudah kecanduan pengajaran tersebut hanya berdasarkan teks-teks yang ada. Dalam satu sisi, para pengajar memang dituntut untuk memahamkan peserta didiknya agar mengerti mengenai pendidikan (kesejarahan). Memahamkan "konteks" kesejarahan memang tidak mudah, memerlukan berbagai metode yang signifikan agar siswa mampu untuk memahami kesejarahan itu untuk apa dan berguna dalam hal apa juga?.
Pendidikan adalah alat untuk memahamkan dan mendidik peserta agar dia bertambah wawasan keilmuan, serta mereka mampu untuk mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, hal itulah yang menjadi tanggungjawab yang berat bagi pendidik. Melihat fenomena pembelajaran yang masih didalam kelas, melainkan anak didik merasa bosan dan menjenuhkan terutama pada pelajaran sejarah. Sehingga perlunya penyegaran pendidikan sejarah, agar siswa tidak hanya membayangkan apa yang sedang dijelaskan oleh guru. Mayoritas guru sejarah diharuskan untuk menghafal, memahami dan lancar dalam menyampaikan pelajaran pada anak didik. Guru diwajibkan mampu
untuk menerangkan setiap peristiwa masa lalu (baca: sejarah) dari teks-teks yang telah ada (text book centered). Pedoman pembelajaran yang tanpa diimbangi dengan metode praktek dan contoh dari sang guru merupakan sesuatu hal yang tandus. Fenomena semacam itu yang selama ini belum mampu untuk membangkitkan gairah pendidikan sejarah ditingkat SMP-SMA khususnya, sebab pemikiran maupun pengembangan materi masih terpaku dengan teks-teks buku yang ada. Sebenarnya guru mampu mengajarkan sesuatu hal yang lebih, dengan salah satunya mengajak anak didik untuk langsung ke lapangan tentunya pada saat bab yang berkaitan. Sehingga otak (pemikiran) anak didik yang selama ini hanya terpaku untuk membayangkan bagaimana sejarah itu di dalam kelas, dengan kunjungan kesejarahan tersebut akan memberikan angin segar terhadap siswa. Seperti yang ada di daerah Tulungagung, ada; Candi Gayatri, Candi Senggarahan, Candi Dadi, Candi Penampihan dan Gua Selomangleng serta Gua Pasir. Bahkan di daerah lainnya tentu masih banyak tempat bersejarah, seperti yang kita kenal dengan Trowulan di Mojokerto. Sehingga dengan adanya penyegaran pendidikan sejarah, perlunya keseimbangan antara kurikulum tingkat nasional dengan kurikulum tingkat lokal. Mengapa hal itu perlu untuk keseimbangan?, mayoritas peserta didik masih belum mampu untuk mengenali kesejarahan lokal yang ada di daerahnya. Sedangkan kurikulum pendidikan sejarah yang ada di lembaga pendidikan sekolah masih berbasis nasional. Perlunya sebuah kolaborasi mengenai pendidikan sejarah, harmonisasi dari perpaduan kurikulum tersebut akan menciptakan keselarasan pendidikan. Selama ini kurikulum lokal masih terasa jarang diajarkan pada lembaga pendidikan. Perlunya sentuhan pemikiran untuk mewujudkan keselarasan pendidikan sejarah, memang memerlukan waktu yang cukup lama.
Guru harus mampu memberikan keilmuannya dengan sepenuhnya, sehingga anak mampu menilai sendiri kebaikkan dari ilmu tersebut. Siswa juga diajari bagaimana membuat sebuah pola pikir keilmiahan, hal itu merupakan salah satu landasan penting agar siswa tidak hanya copy-paste saja. Melatih siswa untuk memecahkan suatu permasalahan dan dia diharapkan mampu menghasilkan jawaban, maka perlunya pengapreasian baik dari sang guru. Perlunya asupan angin segar kepada siswa, pada era global ini memang dituntut bagi pengajar untuk mampu memahamkan pembelajarannya dengan era digital. Hal tersebut memang dituntut, sebab hasil pengamatan penulis; ketika siswa dalam proses pembelajaran disuguhi materi dengan menggunakan digital (film,
power point, flash maker) mereka terasa menikmati pelajaran dan dengan daya imajinasi yang bagus mereka mampu menangkapnya. Sebagai bagian dari kebudayaan, pendidikan sebenarnya lebih memusatkan diri pada proses belajar mengajar untuk membantu anak didik menggali, menemukan, mempelajari, mengetahui dan menghayati nilai-nilai yang berguna, baik bagi diri sendiri, masyarakat dan negara sebagai keseluruhan (Sudarwan, 1995 : 3). Penyegaran dalam pembelajaran sejarah, pada era globalisasi kali ini seorang pengajar dituntut untuk mampu melek teknologi. Dengan adanya tuntutan tersebut, memang didasari untuk mendidik dan memahamkan siswa. Keharmonisan dalam dunia pendidikan akan tercipta selaras dan seimbang antara perkembangan zaman dengan pendidikan. Tulisan-tulisan berikut ini, akan memaparkan beberapa konsep dalam ruang lingkup "menyegarkan" didalam pendidikan sejarah, meskipun ide-ide ini nampak sederhana. Aktifitas memfoto objek bersejarah, membuat karya tulis ilmiah, film dokumenter dan Anak didik diberi kesempatan untuk belajar bagaimana cara mempresentasikan hasil karyanya dengan baik. Hal ini tentunya merupakan suatu pandangan yang menyegarkan yang bersifat inovatif. Selama ini siswa berpendapat kalau pendidikan sejarah merupakan pendidikan yang mendongeng dan bercerita. Disamping makin meluasnya penggunaan berbagai literatur belajar didalam proses pembelajaran diberbagai lembaga pendidikan, dan peran inovatif guru menjadi tolok ukur pemahaman siswa.
Metode pembelajaran yang berubah secara signifikan, merupakan cerminan dari keberadaan modernisasi. Perubahan secara berkala didalam mendidik sudah mulai nampak, bagi mereka yang ingin dengan mudah mengajar untuk memahamkan siswanya. Moderinisasi pembelajaran secara aktif, akan membuat siswa semakin menyukai, memahami serta mengerti tentang pelajaran yang sedang diajarkan oleh pendidik. Mayoritas para pengajar mengistilahkan modernisasi pembelajaran dengan cerminan mereka yang sudah memahami komputerisasi. Selain itu istilah moderin didalam pembelajaran adalah perlengkapan seperangkat mengajar, seperti; leptop, materi pelajaran yang sudah dibuat power point, flas maker, film pengajaran, slide foto materi pelajaran dan audio sebagai pengharmoni suasana. Kun Maryati dan Juju Suryawati (2006 : 33), arti kata modernisasi dengan kata dasar modern berasal dari bahasa latin modernus yang dibentuk dari kata modo dan ernus. Modo berarti cara dan ernus menunjukan pada adanya periode waktu masa kini. Modernisasi berarti proses menuju
masa kini atau proses menuju masyarakat (lingkungan) modern. Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat (lingkungan) tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan sosial di mana masyarakat atau lingkungan yang sedang mempengaruhi dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat (lingkungan) modern. Pembelajaran Siswa Lembaga pendidikan menwarkan produk pembelajaran yang menarik, secara otomatis para pengajarnya juga harus pandai-pandai mencari peluang untuk berinovasi dalam pembelajaran. Untuk itu proses pembelajaran yang memahamkan siswa perlu didukung dan dibekali sarana prasarana serta fasilitas yang dapat menunjang kinerja pembelajaran. Komunikasi dan informasi dari guru ke siswa atau sebaliknya, merupakan keselarasan pendidikan positif. Pengelolaan pendidikan yang didukung dengan teknologi digital, sangat berpengaruh pada pembelajaran di lembaga pendidikan. Pemahaman pembelajaran siswa dengan penggunaan teknologi digital akan memberikan arah tersendiri didalam pemahaman pembelajaran kepada siswa. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 35, menyatakan; "Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar." Makna dari sumber belajar tersebut merupakan fasilitas pendukung baik dalam bentuk perangkat pengajaran teks buku maupun media pembelajaran. Sifat dari sumber belajar tersebut, tentunya perangkat atau media yang bisa memahamkan siswa didalam proses pembelajaran. Guru tidak harus berceramah, tetapi harus mampu berinovasi didalam mengajarnya, sehingga siswa tidak merasa jenuh, bosan dan monoton. Menurut Hamlik (1985 : 23), sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sedangkan media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan kmunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran, sesuatu hal yang menetukan anak didik bisa memahami apa yang sedang diajarkan atau tidak oleh pendidik. Perlunya media pembelajaran siswa,
setidaknya menjadi alat pemahaman siswa. Sadiman (1996 : 6), menyatakan; bahwa media pendidikan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Media pendidikan juga diartikan sebagai media komunikasi yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. Secara implisit media pendidikan meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri antara lain; buku, tape recorder, kaset, vidio, kamera, vidio recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer, Gagne dan Briggs (1975) dalam Hamlik (1994 : 4). Nampak sudah keseimbangan antara dunia pendidikan dan perkembangan zaman (baca; era digital), untuk itu setidaknya bagi pengajar harus mampu menggunakan sumber pembalajaran agar anak didik bisa memahami pelajaran. Pembelajaran terjemahan dari kata instruction yang berarti self instruction (dari internal) dan eksternal instructions (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat eksternal antara lain datang dari guru yang disebut teaching atau pengajaran. Dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip-prinsip pembelajaran (Sugandi, dkk, 2004 : 9). Siswa merupakan faktor internal, sebagai pencari ilmu sedangkan guru adalah yang memberikan ilmu, kedua faktor tersebut tidak boleh lemah dalam suatu lembaga pendidikan. Guru dan siswa harus harmonis dan mempunyai visi dan misi yang selaras, yaitu untuk memerangi kebodohan. Selain itu pendidikan dilaksanakan dengan kesadaran dan rasa tanggungjawab yang penuh. Melihat kondisi semacam itu, bagi lembaga pendidikan juga harus mempersiapkan kesiapan bagi pendidik yang belum mampu menggunakan teknologi. Berbagai pelatihan dan pendidikan khusus merupakan langkah awal untuk menuju perubahan pembelajaran siswa, jadi guru pun juga harus belajar lagi agar melek teknologi. Media pembelajaran adalah alat untuk menyampaikan informasi dan komunikasi yang menarik, secara optimal akan membuat siswa tidak merasa jenuh atau bosan lagi. Selain itu dengan audio yang selaras dengan media, tentu akan membuat betah siswa mengikuti pelajaran.
Secara arti, pembelajaran adalah jalinan perpaduan dua komunikasi antara aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Mengajar merupakan tugas kewajiban seorang pendidik untuk memberikan wawasan keilmuan kepada siswanya, selain itu dengan aktivitas semacam itu akan terwujud komunikasi yang harmonis. Sedangkan belajar, merupakan ciri khas siswa untuk menuntut ilmu serta memahami apa yang diajarkan oleh pendidik
sebagai bekal di masyarakat nantinya. Belajar menurut Aaron Quninn Sartain adalah suatu perubahan prilaku sebagai hasil pengamalan (Sugandi, 2004 : 4). Sehingga dari pengalaman itu, seorang siswa harus mampu merubah prilaku maupun sikap agar bisa berkesinambungan dengan masyarakat. Slameto (2003 : 2), belajar merupakan suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan. Pengertian lain belajar, yaitu suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Mengingat pentingnya pembelajaran, setidaknya guru juga harus mampu memenejeman pembalajaran. Penggunakan media yang terlalu sering juga bisa mambuat teledor dalam pembelajaran. Sebab kalau tidak diatur waktunya dengan tepat akan menjadikan pelajaran sub bab yang lain akan tertunda. Sehingga perlu suatu kesinambungan antara pelajaran dan media yang akan dipakai untuk mengajar. Pannen (1999 : 86), teknologi pendidikan berkaitan erat dengan keseluruhan metodologi dan serangkaian teknik yang digunakan untuk melaksanakan prinsip-prinsip pembelajaran. Pendidikan Sejarah Dua kata tersebut sudah tak asing lagi kalau mendengarnya, dari bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas bahkan hingga kuliah kedua kata tersebut selalu muncul pada benak pencari ilmu. Pendidikan sejarah, merupakan pemahaman terhadap sejarah, yang nantinya menjadi bahan wawasan pengetahuan yang dijadikan sumber acuan terhadap waktu yang akan datang. Seperti halnya keberadaan sejarah Kerajaan Majapahit, konon kerajaan tersebut merupakan kerajaan terbesar di Nusantara, patihnya yang terkenal dengan sebutan Patih Gadjah Mada. Secara reflek, keberadaan Kerajaan Majapahit tersebut bisa dijadikan sumber acuan normatif dalam pembangunan negara dimasa sekarang dan masa yang akan datang. Hal itu sejarah menjadi pendidikan atau pendidikan dari sejarah.
Kesejarahan Kerajaan Majapahit tersebut bisa membantu dalam menjalankan roda pemerintahan yang sekarang. Ekspresi sejarah tempo dulu bisa dijadikan pendidikan pada zaman sekarang ini. Sehingga pendidikan sejarah adalah mendidik generasi muda bangsa
agar mampu memahami, mempelajari dan menerapkan hal positif dari keberadaan sejarah. Pada zaman ini untuk menerapkan pendidikan sejarah memang tidak terlalu mudah, perlunya alat bantu untuk memahamkan peserta didik. Lucey (1984 : 9) History can mean any events or episodes that happened in the past, no matter to whom they happened and no matter whether the episodes were in any way related. More often, the term is restricted to things that happened to people. Sedangkan menurut J. Garraghon, membagi sejarah menjadi tiga bagian, yaitu; sejarah sebagai peristiwa, sejarah sebagai cerita dan sejarah sebagai metode. Pendidikan adalah pembudayaan pembelajaran yang mampu merubah prilaku anak didik agar mempunyai kepribadian yang positif, mempunyai wawasan luas dan menumbuhkan rasa tanggungjawab serta mempunyai didikasi yang tinggi. Pendidikan dan pembelajaran memang tidak dapat dipisahkan, sebab mendidik juga memerlukan pengajaran yang disertai rasa tanggungjawab moral terhadap siswa. Menurut Rusyad Adi Suriyanto (Lektor Antropologi Ragawi Fakultas Kedokteran UGM - Yogyakarta); pendidikan adalah bagian dari kebudayaan; dan kebudayaan adalah "ciptaan" masyarakat sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungannya. Respon-respon ini selalu dinamis mengikuti perubahan-perubahan lingkungan. Pendidikan selalu berubah, karena kebudayaan terus berubah, di alam tidak ada yang statis, oleh karena itu pendidikan yang utama adalah upaya-upaya menyongsong perubahan-perubahan ini agar masyarakat tidak "schok" karena kita hanya mampu mengulur perubahan, dan nantinya semua akan masuk dalam perubahan. Ini hukum alam. sunnatullah. (Short Messege Service, 2 September 2010, Pukul 03:28:10). Sehingga guru dalam hal ini mempunyai peran penting untuk mampu berproses dengan baik dalam pembelajaran. Mengikuti perubahan-perubahan dan juga guru harus mampu untuk menempatkan posisinya didalam perubahan itu, salah satunya adalah perkembangan di era digital.
Pengertian sejarah menurut Louis Gottschalk yang diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto (1983 : 27), kata Inggris history (sejarah) berasal dari kata benda Junani istoria, yang berarti ilmu. Dalam penggunaannya oleh filsuf Junani Aristoteles, istoria berarti suatu pertelaan sistematis mengenai seperangkat gejala alam, entah susunan kronologi merupakan faktor atau tidak didalam pertelaan; penggunaan itu, meskipun jarang, masih tetap hidup didalam bahasa Inggris didalam sebutan natural history. Akan tetapi dalam perkembangan jaman, kata latin yang sama artinya yakni scientia lebih
sering dipergunakan untuk menyebutkan pertelaan sistematis non-kronologis mengenai gejala alam; sedangkan kata istoria biasanya dipergunakan bagi pertelaan mengenai gejala-gejala (terutama hal-ihwal manusia) dalam urutan kronologi. Menurut definisi yang paling umum, kata history kini berarti "masa lampau umat manusia". Bandingkan dengan kata Jerman untuk sejarah, yakni Geschichte, yang berasal dari kata Geschehen yang berarti terjadi. Geschichte adalah sesuatu yang telah terjadi. Arti ini daripada kata sejarah acapkali dijumpai didalam ucapan-ucapan yang terlalu sering dipakai seperti "semua sejarah mengajarkan sesuatu" atau "pelajaran-pelajaran sejarah". Sejarah bisa menjadi pembelajaran bagi kita, sejarah merupakan tolok ukur bagi kehidupan masa yang akan datang, didalam setiap episode sejarah menawarkan berbagai wujud sudut pandang positif dan negatif. Itulah pentingnya belajar dari sejarah dalam bentuk pendidikan sejarah. Sehingga untuk mempelajari sejarah pada era teknologi informasi seperti sekarang ini perlunya suatu keselarasan yang harmonis, antara perkembangan zaman dengan dunia pendidikan. Pembelajaran pendidikan sejarah memang harus selaras dengan kemajuan teknologi informasi. Namanya teknologi informasi, maka diharapkan dengan adanya teknologi informasi tersebut, guru mampu memberikan pemahaman, pengertian dan penerapan apa yang terkandung dalam pendidikan sejarah. I Gde Widja (2002 : 41), secara umum kelihatannya gambaran masa depan yang akan kita hadapi, seperti dikemukakan beberapa futurolog, terutama akan berintikan perubahan yang sangat cepat menuju masyarakat baru yang bersifat global. Kekuatannya terutama terletak pada teknologi informasi yang serba canggih serta sistem ekonomi mendunia. Dengan demikian, perubahan globalisasi, Iptek dan ekonomi akan menjadi kerangka utama kehidupan manusia. Apabila masih ada sisi-sisi kehidupan yang lain, kelihatannya akan makin terorientasi pada ciri-ciri utama jadi.
Proses pembelajaran hanya akan berkesan membekas pada siswa apabila terdapat suatu interaksi komunikasi aktif, antara guru dan siswa melalui sumber dan media yang signifikan. Pada Pasal 1 No 20 Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa; "Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar". Dengan demikian pendidik (guru) tidak hanya berceramah saja, melainkan dengan pengajaran berbasis pemahaman dan pengertian melalui teknologi informasi
(baca; lingkungan teknologi). Lalu bagaimana pendidik mampu menerapkan pengajaran dengan pemahaman dan pengertian terhadap peserta didik?, untuk menjawab pertanyaan tersebut maka perlu sub tema tersendiri dan itu akan dibahas dibawah. Menurut AECT (Association of Education and Communication Technology) dalam makalah Prof. DR. Sudarsono Sudirdjo dari Universitas Negeri Jakarta yang bejudul "Pengembangan Sumber Belajar", memapaparkan bahwasanya terdapat enam macam sumber belajar, yaitu; pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar/lingkungan. Keenam sumber belajar tersebut juga merupakan komponen sistem pembelajaran, artinya dalam setiap kegiatan pembelajaran, selalu terdapat keenam komponen tersebut. Pesan adalah kurikulum atau mata pelajaran yang terdapat pada masing-masing sekolah atau jenjang pendidikan dan yang perlu dipelajari oleh murid. Orang, yaitu diantaranya guru, tutor, pembimbing dan sebagainya adalah yang menyampaikan pesan pembelajaran kepada siswa. Bahan adalah program yang memuat atau berisi pesan pembelajaran seperti buku, program vidio atau audio, VCD dan lain-lain. Alat adalah sarana untuk menayangkan bahan atau program seperti proyektor film, vidio recorder, OHP, LCD proyektor dan lain sebagainya. Teknik adalah prosedur yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran seperti diskusi, karyawisata, demonstrasi, ceramah dan sebagainya, serta yang terakhir adalah latar (setting), yaitu lingkungan di mana belajar dan pembelajaran berlangsung, misalnya di kelas, di taman, penerangan dan ventilasi. Sehingga dalam penerapan pembelajaran sejarah tidak harus berupa dongeng atau cerita, memang dongeng maupun cerita pada dasarnya juga masih diperlukan sebagai wawasan sumber pengetahuan. Namun sekarang ini yang lagi marak adalah menggunakan media Audio Visual. Dengan enam unsur di atas merupakan acuan bagi pengajar untuk memahamkan dan menerapkan sikap positif dalam diri anak didik. Memfoto Objek Bersejarah Pembelajaran yang dilaksanakan di kelas memang akan terasa membosankan, menjenuhkan dan anak didik tidak akan sepenuhnya bergairah mengikuti proses pembelajaran. Seorang pendidik yang profesional, memang harus pandai dalam mengatur proses pembelajaran, agar siswa merasa betah dan nyaman serta menikmati materi yang diajarkan. Berbagai inovasi pembelajaran harus dipunyai oleh pengajar, inovasi tersebut dapat mengembangkan pemikiran kritis serta mampu untuk memahamkan peserta didik.
Di era modern, berbagai macam produk teknologi sudah merajai generasi muda. Handphone yang bermultifungsi sudah menjadi hal biasa dan lumrah dimiliki setiap siswa. Keberadaan teknologi tersebut tergantung bagaimana mengarahkan terhadap anak didik agar keberadaan teknologi itu bisa dipakai untuk sesuatu hal yang positif. Proses pendidikan sejarah, pembalajarannya langsung ke lapangan dengan memfoto objek bersejarah merupakan sesuatu hal yang menarik. Seperti pengalaman penulis ketika mengikuti lomba photographer dengan objek tempat bersejarah di Surabaya, pada tanggal 26-27 Juni 2010, yang mengadakan adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Timur. Seluruh peserta dan juga termasuk penulis pada tanggal 27 Juni 2010 oleh panitia diantarkan ke tempat bersejarah di daerah Surabaya, seperti; Gedung Pers Mahasiswa (GPM), SMP Negeri 3 Surabaya (dulu MULO), Gedung Grahadi Surabaya, Bangunan Peninggalan Belanda (Bangunan Hindis) dan kawasan situs Arca Joko Dolog. Pada saat kita (baca; peserta didik) diajak langsung untuk mengambil dokumentasi di lapangan dengan alat berupa kamera digital, memang terasa berbeda didalam proses pembelajaran. Mengambil foto di tempat bersejarah merupakan sesuatu kegiatan yang menyenangkan dan juga menambah wawasan. Mayoritas anak didik sekarang ini mempunyai kamera digital, handphone yang bisa untuk foto, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk perlengkapan belajar. Ketika metode pembelajaran ini diterapkan kepada anak didik, maka metode ini akan bermanfaat bagi pembelajaran langsung ke lapangan. Hasil memfoto tersebut tentunya akan menjadi daya tarik peserta didik dalam memahami betapa pentingnya mempelajari sejarah. Perancangan sumber pembelajaran dengan mengambil foto dengan objek tempat bersejarah harus dirancang sedemikian rupa untuk memahamkan siswa mengenai bukti adanya episode kesejarahan masa lampau. Selain itu, guru juga harus memberikan pesan moral kepada siswanya. Metode ini tidak selalu siswa berada di lapangan untuk memfoto tempat bersejarah, tentunya mereka ke lapangan ketika guru memberikan tugas pada sub bab pelajaran yang sekiranya sesuai untuk ke lapangan. Peserta didik tidak hanya memfoto gambar bersejarah saja, melainkan diberi tugas untuk menganalisis dan mengkritisi gambar (foto) yang mereka ambil. Sehingga dengan praktek memfoto dan menganalisis objek bersejarah, diharapkan anak didik mampu mengembangkan imajinasi pemikirannya mengenai tempat bersejarah. Selain itu, dengan adanya praktek semacam ini anak didik semakin mengenal objek bersejarah yang ada di daerahnya.
Membuat Karya Tulis Ilmiah Membuat suatu karya memang sangat sulit dan memerlukan ketelitian, kesabaran serta ikhlas, terutama dalam hal pembuatan karya tulis ilmiah. Membuat karya tulis ilmiah memang memperlukan pengamatan rumusan masalah yang jeli dan tepat dengan pembahasan yang akan dibahas, dari rumusan masalah tersebut kita akan memulai meneliti dan menulis. Hal ini diharapkan pendidik juga harus mampu menganalisis hasil karya tulis siswanya dengan baik. Menulis memang memerlukan keahlian khusus, namun didalam pembuatan karya tulis kita tidak boleh curang. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat makalah. Namun kebanyakkan siswa hanya mengcopy-paste dari internet bahkan uniknya; bahasa, formatnya masih sama dengan format yang ada di internet, dari sinilah setidaknya guru (sejarah) juga memberikan metode penulisan yang prosedural serta bagaimana caranya untuk mencari sumber data baik. Dunia menulis memang tidak semudah apa yang kita bayangkan, ada juga yang pandai menulis namun dalam berdiskusi masih lemah, tapi ada pula yang pandai berdiskusi namun lemah penulisan, itu hal wajar. Siswa membuat sebuah karya tulis bertujuan agar mereka mampu menuangkan ide-ide pemikiran yang baik dan dapat dibertanggungjawabkan (ilmiah). Dunia menulis memang untuk mengasah talenta pemikiran siswa dengan gerak tangan yang diwujudkan dalam kalimat. Bahkan yang membanggakan bagi siswa adalah mereka mampu untuk menuangkan ide-ide gagasan baru yang menyegarkan. Karya tulis tidak harus dalam bentuk skripsi, tesis maupun disertasi saja, melainkan bagi anak didik cukup menuangkan dalam bentuk tulisan bebas (artikel) maupun makalah yang diformat penulisannya sudah dicontohkan oleh pendidik. Biasanya yang lazim dipakai dalam pembuatan makalah, diantaranya; judul makalah, lembar pengesahan, kata pengantar, daftar isi, pendahuluan (latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat), teori atau konsep dari makalah, pembahasan rumusan masalah dan kesimpulan makalah kalau perlu kritik dan saran. Konsep itu sederhana sekali apabila pendidik mampu untuk memahamkan betapa pentingnya membuat karya tulis. Selain itu, dengan adanya pelatihan menulis akan membentuk kepribadian anak didik semakin akademis dan ilmiah.
Kejujuran bertalian dengan tanggungjawab etis seseorang. Bertanggungjawab
berarti dapat menjawab bila ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang yang bertanggungjawab dapat dimintai penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab, melainkan juga harus menjawab. Tanggungjawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak jika dimintai penjelasan tentang perbuatannya (Bertens, 2004). Didalam menulis karya tulis ilmiah, memang harus dipertanggungjawabkan dengan baik. Kejujuran merupakan sesuatu hal yang wajib ketika kita menuangkan pemikiran dalam bentuk tulisan. Kegiatan tulis menulis bagi pelajar memang amat penting, selaian untuk mengasah otak agar pelajar juga gemar membaca. Hal lain yang dapat menunjang dunia kepenulisan adalah perpustakaan, komputer dan bahan sumber kepenulisan. Perlunya sebuah lembaga pendidikan mempunyai sarana perpustakaan yang dapat menunjang pendidikan, buku-buku perpustakaan yang selalu up date dengan perkembangan perbukuan, selain itu harus adanya literatur yang memadai. Dari itu semua yang terpenting adalah pendidik mampu memberikan arahan yang normatif kepada anak didik, bagaimana menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan (karya tulis) yang baik dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Seorang pendidik juga harus mempunyai wawasan yang luas, kalau perlu mempunyai pengalaman. Memang setidaknya bagi setiap pendidik (guru), terutama dikalangan tingkat Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas sudah pernah mengadakan penelitian. Siswa tidak hanya mengkonsumsi keilmuan dari guru saja, melainkan asupan-asupan literatur dari luar juga perlu. Koran, Internet, majalah pendidikan, buku, brosur dan pamflet, merupakan sumber belajar positif untuk menunjang peserta didik. Sumber belajar tersebut memberikan banyak informasi terbaru pada anak didik. Misalnya mengenai peristiwa up date, sehingga didalam kelas nantinya dapat dijadikan bahan diskusi selain dari mata pelajaran yang diajarkan. Beberapa hal di atas dapat dijadikan sebagai sumber pembuatan karya tulis yang bersifat ilmiah. Dengan adanya formula-formula tersebut siswa dapat mengembangkan pola pikir positif yang dapat dipertanggungjawabkan.
Makalah sendiri dibedakan menjadi beberapa istilah, yaitu; makalah hasil penelitian dan makalah berupa ulasan atau tinjauan ilmiah. Adapun pengertian dari makalah hasil penelitian adalah suatu karya tulis ilmiah yang meneliti mengenai sesuatu hal yang unik dan dapat bermanfaat.
Karya tulis tersebut disusun oleh satu siswa atau lebih dari satu siswa. Pembahasan makalah model ini harus ada rumusan masalah yang menjadi acuan dalam penelitian, seperti; pengembangan dan pemberdayaan museum sebagai media pendidikan. Dari situ terdapat rumusan masalah yang mempertanyakan bagaimakah pengembangan dan memberdayakan museum agar bisa menjadi media pembelajaran?. Sehingga dari rumusan masalah tersebut siswa dapat memulai suatu penelitian mengenai permuseuman. Makalah berupa ulasan atau tinjaun ilmiah adalah bentuk karya tulis yang disusun oleh satu orang untuk membahas suatu pokok bahasan dengan tema atau sub bahasan sudah diberikan oleh pendidik. Sehingga dengan ini siswa mengulas suatu materi dengan ilmiah. Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang sedikitnya memenuhi tiga syarat, yaitu; (1). Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah; (2). Langkah pengerjaannya dijiwai serta menggunakan metode ilmiah; dan (3). Sosok formatnya sesuai dengan format standar yang dipakai pada dunia keilmuan. Sehingga Karya ilmiah adalah suatu karya tulis yang merupakan hasil laporan penulisan hasil kegiatan ilmiah atau suatu tinjauan maupun ulasan ilmiah yang tersaji dengan berdasarkan kerangka isi dan format yang telah ditentukan. Hal ini tulisan ilmiah berwujud makalah, artikel, berupa naskah dan jurnal. Sedangkan tulisan ilmiah yang tersaji dalam bentuk format dan bahasa yang lebih populer disebut dengan tulisan ilmiah populer. Film Dokumenter Di media elektronik sering kita mendengar mengenai aneka perlombaan mengenai film dokumenter, namun kali ini tidak harus untuk diikut sertakan dalam perlombaan. Film dokumenter kali ini hanya bersifat untuk pembelajaran siswa khususnya pada mata pelajaran sejarah. Lalu siapakah yang membuat film tersebut?, tentunya adalah guru yang terkait dengan bidangnya. Film dokumenter ini setidaknya hasil karya pendidik, sebab akan menimbulkan kesan tersendiri kalau guru atau pengajar mampu membuat film dokumenter untuk bahan pembelajaran. Hal itu juga akan merangsang siswa-siswinya tergerak untuk ikut serta dalam pembuatan film dokumenter.
Dengan fasilitas teknologi yang sudah era digital, tentunya tidak membuat sulit untuk membuat film dokumenter yang bersifat mendidik. Guru setidaknya dalam hal ini juga harus melek teknologi, sehingga dengan adanya perkembangan zaman ini bisa menggunakan metode teknologi sebagai alat mendidik. Memang kita harus menyadari, bahwasanya perkembangan zaman (baca; era teknologi) mayoritas masih belum mampu dikuasai oleh pengajar yang ada di pelosok daerah terpencil. Tetapi peluang untuk mempelajari juga belum terlambat bagi mereka yang mau untuk belajar agar tidak buta teknologi. Pendidikan memang memerlukan perubahan secara berlahan-lahan. Konsep film dokumenter kali ini, guru mempunyai film dokumenter sebagai media pembelajaran. Sering kita melihat diacara proklamasi kemerdekaan Indonesia, diputarkannya film-film dokumenter yang bersifat sejarah, pidato Ir. Sukarno dalam pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Film dokumenter tersebut tergantung pada sub bab pelajaran yang sedang dibahas. Maka seimbanglah, antara wawasan intelektual pendidik dengan perkembangan zaman yang sudah era digital. Bagi pendidik yang sudah melek teknologi, maka dia tidak menyianyiakan untuk mengembangkan pembelajaran didalam kelas. Leptop, LCD proyektor, VCD Player dan kamera digital sekarang ini sudah menjadi barang lumrah dalam pembelajaran. Barang-barang semacam itu sudah menjadi kebutuhan biasa yang harus tersedia sebagai penunjang pendidikan. Sebagai seorang pendidik, merupakan kewajiban berat untuk memahamkan pelajaran kepada siswa. Tuntutan berat agar siswanya mampu menelaah dan memahami apa yang diajarkan oleh guru. Seorang guru juga harus mampu memberikan asupan-asupan agar anak didiknya dengan mudah menyerap mata pelajaran. Sehingga orangtua anak didik tidak merasa rugi atau menyesal bisa mensekolahkan anaknya di lembaga pendidikan. Mendidik anak tidak hanya mampu pada intelektulnya saja, melainkan dengan adanya fasilitas yang serba canggih, dapat membentuk kepribadian siswa semakin baik, sebab dari sejarahlah kita bisa menjadi bijak dan merubah hidup agar lebih baik. Komunikasi aktif menjadikan pembelajaran terasa ringan tanpa beban. Pendidik setidaknya tidak merasa malu kalau memang belum melek teknologi dan ingin belajar. Teknologi yang sudah canggih, tentunya bisa menjadi alat untuk pembelajaran siswa-siswa di lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta.
Presentasi Anak Didik
Aktifitas terakhir ini merupakan memberikan pengalaman kepada anak didik untuk berbicara. Mempresentasikan hasil tulisannya, berdiskusi dan mempertahankan hasil karyanya merupakan sikap positif untuk mendidikan kepribadian siswa. Disinilah sarana untuk melatih wawasan keilmuan, pengalaman dan membentuk jujur serta bertanggungjawab dengan hasil pemikirannya (hasil penelitian siswa). Presentasi kali ini adalah wujud tanggungjawab siswa terhadap hasil pelajarannya dan seberapa jauh siswa mampu menangkap materi yang diajarkan oleh gurunya. Selain itu, pendidik memberikan tugas yang bersifat individu maupun kelompok, dengan adanya metode presentasi setiap memasuki ujian semester bisa juga peniliannya menggunakan hasil dari presentasi tersebut. Maka lengkaplah sudah dengan penyegaran pembelajaran sejarah kali ini, sebab dengan guru menerangkan dengan menggunakan silde film dokumenter, siswa mendapatkan tugas untuk memfoto tempat bersejarah dan juga siswa membuat karya tulis serta diakhiri dengan mempresentasikan hasil pembuatan karya ilmiah. Hal itu akan berkesinambungan dengan rasa tanggungjawab siswa terhadap gurunya. Inilah bagi penulis merupakan konsep penyegaran pembelajaran sejarah kepada siswa. Dengan rasa ingin mengetahui, ingin memahami serta ingin merubah sikap dengan baik, maka perlunya suatu metode pengembangan didalam pembelajaran.