Oleh
Agus Ali Imron Al Akhyar
Candi ini berada di wilayah Boyolangu,
tepatnya dibagian selatan dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tulungagung. Candi
Gayatri atau sering disebut dengan Candi Boyolangu, lokasi candinya berada di
tengah area pemukiman masyarakat, sehingga untuk menuju kesana tidak sulit,
karena kita bisa bertanya dengan warga sekitar.
Bangunan candi gayatri ini terdapat
tiga perwara; Bangunan perwara pertama yang berada di tengah (induk) berbentuk
bujur sangkar dengan panjang dan lebar 11,40 meter. Di atasnya terdapat
bangunan Arca Budha dengan kepala yang tidak ada selain itu dikeliling dengan
tujuh umpak dengan dua umpak yang berangka tahun 1291 saka (1369 M) dan
1322 saka (1389 M). Anak tangga candi ini menghadap ke barat dengan kondisi
yang hancur selain itu bangunannya sudah morat-marit.
Bangunan perwara kedua berada di
selatan bangunan induk, dengan ukuran panjang dan lebar 5,80 meter. Selain itu
terdapat tiga buah archa yang menghadap ke barat serta dikelilingi dengan batu
bata merah sebagai pembatas. Sedangkan bangunan perwara ke tiga berada di utara
bangunan induk, dengan keadaan yang menyedihkan hampir sudah tidak berwujud
sebagai bangunan lagi, banyak batu-batunya yang hancur dan tidak tertata rapi.
Disebabkan waktu yang menggerusnya, akhirnya merana. Dengan ukuran 5,80 meter
persegi panjang, bangunan ini dulunya sebagai tempat pemandian para permaisuri.
SEJARAH candi ini menurut
sumber yang penulis ketemukan, pada pemerintahan Kerajaan Majapahit yang
pertama bertahtalah Raja Raden Wijaya dengan gelar Kerta Rejasa Djajawardhana
pada tahun 1293-1309. Beliau beristirahat dengan putri Raja Singosari
Kertanegara yang ke VI, yaitu Gayatri atau mempunyai gelar Radjapatwi/Radjendiwai.
Beliau mestinya bisa menduduki tahta kerajaan, tetapi karena menjadi seorang
Biksu/Pendeta Budha akhirnya diwakilkan pada anaknya perempuan yang bergelar
Tribuanawana Tungga Dewi Djojo Wisnuwardhani tahun 1328-1350. Pada tahun 1330
Gayatri wafat dan jenasahnya dimakamkan di Boyolangu.
Pada tahun 1350-1389 zaman
pemerintahan Prabu Hayam Wuruk selalu diperhatikan pemeliharaan terhadap
makam-makam para raja dan pahlawan Majapahit. Beliau memerintahkan untuk membuat
Candi Patung Gayatri di tempat makam putri Gayatri sebagai penghormatan. Pada
tahun 1500 pecahlah kerajaan Majapahit akibat adanya perang saudara. Kerajaan
Majapahit menjadi lemah dan timbul kekacauan didalam negeri. Berkembanglah
Agama Islam di Indonesia katika itu patung-patung yang menjadi pujaan pengikut
Agama Hindu-Budha banyak yang mengalami kerusakan serta banyak yang ditimbun
tanah hingga tidak kelihatan.
Pada tahun 1915 waktu
pemerintahan penjajahan Belanda membuktikan tentang kebenaran sejarah Bangsa
Indonesia, maka patung-patung yang tertimbun tanah tersebut dibongkar dan
ternyata telah diketemukan sebuah arca besar kepalanya telah terpotong dan
hingga sekarang belum dapat diketemukan. Patung tersebut dibersihkan dan
dikembalikan pada tempat duduknya semula. Baru setelah penyelidikan dan
pembersihan pada tahun 1921 diperoleh penjelasan bahwa patung tersebut adalah
betul-betul makam putri Gayatri dari kerajaan Majapahit.
Berdasarkan angka tahun pada umpak yang
ada, di duga Candi Gayatri ini dibangun pada masa Majapahit yang dipimpin oleh
Hayam Wuruk (1359-1389 M). Sedangkan sifat, nama dan tempat bangunan tersebut
disebutkan dalam kitab kesusastraan Nagarakertagama karangan Empu
Prapanca; “Bahwa di Boyolangu terdapat bangunan suci (candi) beragama Budha
dengan nama Prajnaparamitapuri”.
Dilihat dari keberadaannya Candi
Gayatri ini di duga sebagai tempat pemuliaan atau pemakaman abu jenasah
Gayatri. Dalam pemuliaan tersebut Gayatri diwujudkan sebagai Dyani Budha
Wairocana dengan sikap tangan Dharmacakramudra.