Sarana transportasi tidak hanya yang
ada di darat, seperti jalanan yang sering kita ketahui dan kita lewati setiap
hari. Namun kali ini sarana transportasi yang masih ada, dan juga sering
dipergunakan oleh masyarakat, serta dijadikan sarana transportasi alternatif,
yaitu nambangan. Transportasi yang satu ini memang nampak klasik, dan juga cukup
sederhana, dengan menggunakan perahu yang sekiranya kuat untuk menompang
keberadaan kendaraan warga yang ingin menyeberang ke lain daerah.
Nambangan di daerah Ngunut, tepatnya
di Desa Buntaran ini memang sering menjadi alternatif penyebarangan, baik kendaraan
roda dua maupun roda empat, dengan kurun waktu 24 jam nonstop setiap harinya. Pekerja
dalam perahu ibaratnya sebagai ABK (Anak Buah Kapal) saat menjalankan perahunya
sebanyak empat orang, kadang dipinggiran sungai ada dua orang. Dengan sifat
kegotongroyongan tinggi, mereka para ABK sangat hati-hati dalam menjalankan
tugasnya untuk menyeberangkan masyarakat.
Tarif satu kali menyeberang
bermacam-macam, adapun kalau sepeda dikenakan tarif Rp 1.000,-. Sedangkan kendaraan
montor Rp 2.000,- dan mobil Rp 5.000,- kurang lebihnya tarif normal seperti itu
yang dikenakan. Banyak warga yang sering mempergunakan sarana transportasi “nambangan”
tersebut, karena untuk mempermudah akses jalan antara dua daerah, Ngunut selatan
sungai brantas dan Blitar bagian utara sungai brantas. Perjalanan penyebarangan
tidak membutuhkan waktu lama paling maksimal kisaran lima menit untuk
menyeberang. Kemarin pada tanggal 28 Desember 2012 pukul 15:42 WIB keadaan air sungai
berantas sangat deras sekali alirannya, saya sendiri agak takut, namun karena
banyak warga yang mau menyeberang akhirnya ketakutan tersebut berkurang.
Keadaan geografis nambangan tersebut
sangat eksotik dan juga masih nampak alaminya, nambangan yang saya tuliskan ini
tepatnya jalan, berada di sebelah utara SD Negeri Buntara, Kecamatan
Rejotangan. Jalan menuju nambangan sendiri masih berkelok-kelok, dan juga
kanan-kirinya masih banyak ditanami dengan istilah suket gajah, sebagai makanan
ternak. Sarana transportasi nambangan yang menghubungkan antara daerah
Tulungagung-Blitar, Tulungagung-Kediri (utara dan selatan sungai brantas),
jumlahnya lumayan banyak, sekitar ± 10 nambangan, dan juga sampai sekarang
masih dipergunakan.
Nambang(an)
Masyarakat umum sering sekali
menyebutnya nambang. Keberadaan nambang ini untuk menyingkat jarak tempuh agar
lebih dekat, dan juga tidak memerlukan biaya mahal. Nambangan diadakan
keberadaannya karena tidak ada jembatan yang menghubungkan kedua daerah. Nambangan
adalah tempat penyeberangan alternatif yang menggunakan perahu tradisional,
yang ditompang dengan tali besi baja yang menjulur antar tepian sungai, hal itu
untuk memperkuat perahu agar tidak terlalu terbawa arus sungai.
Perahu yang dipergunakan masih
tradisional, selain itu juga dipergunakan mesin untuk menggerakkan badan kapal,
dan juga ada satu orang yang mengayunkan sampan agar bergerak. Sehingga dengan
posisi kerjasama yang penuh, agar perahu tersebut begerak dari tepian ke tepian
berikutnya. Maksimal yang menumpang dalam perahu tersebut dalam satu kali jalan
mayoritas 10 kendaraan montor, kalaupun mobil hanya 1 mobil saja sekali jalan.
Nambang merupakan kata sifat untuk
menyeberang melewati sungai dengan satu kali jalan, yang mengubungkan kedua
daerah. Sedangkan nambangan adalah tempat atau lokasi keberadaan perahu untuk
menambang agar mempesingkat jarak tempuh antar dua daerah. Daerah yang masih
kita dapati keberadaan nambang ini diantaranya; Ngunut, Tulungagung, Blitar,
Kediri, Mojokerto, dan Gresik. Tentunya daerah nambangan itu ialah daerah yang
dialiri sungai besar, seperti di daerah yang dialiri sungai brantas.
Keberadaan nambangan memang harus
dilestarikan untuk menjaga kultur klasiknya. Selain itu kalau dikembangkan dengan
baik, pinggiran sungai brantas bisa dijadikan alternatif asset wisata daerah. Namun
juga harus mempunyai standar keselamatan sungai yang baik pula, karena kita
akan rugi kalau tidak ada nambangan yang bisa membantu masyarakat.