Proses
pembelajaran merupakan indikasi untuk pemahaman materi terhadap anak didik.
Sebagai pengajar membiasakan proses mengajarnya selalu ada pembaharuan, secara
tidak langsung anak didik tidak merasa bosan ataupun jenuh. Selama ini
mayoritas mengajar masih menggunakan metode ceramah, dan penggambaran pola
pikir secara abstrak, sehingga anak didik masih mengalami kesulitan secara
pengaplikasian sebuah contoh materi ajar. Sehingga dengan
adanya konsep
pengajaran melalui museum mini yang ada di lingkungan lembaga pendidikan,
setidaknya memberikan pembaharuan dalam metode pengajaran untuk memahamkan
suatu materi ajar kepada peserta didik. Mengajar dengan pengaplikasian contoh yang
nyata setidaknya akan mempercepat pemahaman anak didik terhadap suatu materi,
daripada dengan menggunakan metode ceramah yang hanya memberikan contoh materi
yang monoton.
Pendidikan
secara tidak langsung akan berdampak positif terhadap keberadaan anak didik,
ketika lingkungan selalu mendukung proses pembelajaran. Dengan adanya
lingkungan yang kondusif, kreatif, dan inovatif, bisa mengakibatkan pola
prilaku berpikir positif bagi anak didik. Dunia belajar anak didik pada suatu
lembaga pendidikan sekolah, mempengaruhi proses berpikir, pola tingkah, dan
kemajuan kepribadian anak dalam segi pengembangan dirinya. Anak didik akan
mempunyai peningkatan kreativitas berpikir, manakala guru mampu dengan baik
mengarahkan, membimbing, dan memberikan pencerahan serta pembaharuan. Kehidupan
lingkungan lembaga pendidikan mampu memberikan karakter positif terhadap
peserta didiknya.
Menurut
Hilgrad dan Bower (Fudyartanto, 2002), belajar (to learn) memiliki arti: 1). To
gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study,
2). To fix in the mind or memory,
memorize, 3). To acquire trough
experience, 4). To become in forme of to find out. Menurut definisi tersebut,
belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan, atau menguasai pengetahuan
melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapat informasi
atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas
atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu (dalam Baharuddin & Wahyuni, 2010:13). Sehingga pada dasarnya,
belajar merupakan suatu aktivitas yang menitikberatkan kepada pola prilaku anak
didik menuju kebaikkan.
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Dengan adanya pengembangan dan pemberdayaan kreatifitas dalam suatu lembaga pendidikan, setidaknya dari pihak intern mampu mendorong dan mendukung keberadaan pengembangan dan pemberdayaan yang menjadi terwujudnya kebersamaan pembaharuan dalam dunia pendidikan yang harmonis, dinamis, dan saling mendukung satu sama lainnya. Proses pendidikan bermula dari kebudayaan yang dimiliki pada sebuah lingkungan lembaga pendidikan itu sendiri, sehingga tercermin sudah manakala pendidikan itu terjadi proses transferisasi dari pengajar ke anak didik.
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Dengan adanya pengembangan dan pemberdayaan kreatifitas dalam suatu lembaga pendidikan, setidaknya dari pihak intern mampu mendorong dan mendukung keberadaan pengembangan dan pemberdayaan yang menjadi terwujudnya kebersamaan pembaharuan dalam dunia pendidikan yang harmonis, dinamis, dan saling mendukung satu sama lainnya. Proses pendidikan bermula dari kebudayaan yang dimiliki pada sebuah lingkungan lembaga pendidikan itu sendiri, sehingga tercermin sudah manakala pendidikan itu terjadi proses transferisasi dari pengajar ke anak didik.
Pembelajaran
merupakan proses pemahaman, pengetahuan, pengembangan, serta pembimbingan
terhadap anak didik, agar mereka bertambah wawasan ilmu pengetahuannya. Dengan berproseslah
anak didik tentunya mampu mencerna segala aktivitasnya dalam lingkungan lembaga
pendidikan, untuk dijadikan pembelajaran dalam dirinya. Menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (2007:97-98), pendidikan merupakan kegiatan untuk membantu
perkembangan peserta didik mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Kegiatan
pendidikan berintikan interaksi antara peserta didik dengan pendidikan dan
sumber-sumber pendidikan lain, dan berlangsung dalam suatu lingkungan
pendidikan.
Lingkungan
sekolah juga mempunyai peran aktif dalam rangka mendukung proses kegiatan
belajar mengajar, hal itu diperlukan untuk memenuhi hasrat kegiatan belajar dan
mengajar untuk peserta didik. Adapun salah satu konsep yang juga memiliki indikasi
nilai-nilai pembelajaran yang dibutuhkan oleh pengajar dan anak didik yaitu
diadakannya museum mini di lembaga pendidikan sekolah. Keperluan dari
keberadaan museum mini ini untuk menambah wawasan pengetahuan kearifan lokal,
maupun wawasan nasional, yang masih ada kaitannya dengan materi pembelajaran.
Keberadaan
lingkungan pendidikan, pada dasarnya sangat mempengaruhi keberadaan proses
belajar mengajar. Berbagai inovasi, kreatifitas, dan imajinasi serta
pembaharuan yang dapat mendukung proses belajar setidaknya menjadi peran utama
dalam rangka meningkatkan, memahamkan, serta memberi wawasan terhadap peserta
didik. Lembaga pendidikan yang kreatif, tidak meninggalkan sisi nilai-nilai
yang baik untuk mencerminkan dunia pendidikan yang kreatif, inovatif, dan
dinamis.
Ruang Lingkup
Penulisan
Proses pembelajaran memang memerlukan bukti autentik
dalam belajarnya, sehingga untuk mencontohkan suatu materi ajar kepada peserta
didik memerlukan bukti yang nyata. Untuk itulah dalam konsep tulisan ini
menyajikan betapa dibutuhkannya suatu ruangan khusus “Museum Mini”. Keberadaan
ruangan tersebut untuk dijadikan tempat untuk pemahaman anak didik dalam mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ditingkat SMA/MA. Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial ditingkat SMA/MA dapat kita ketahui ada beberapa macam, seperti:
sejarah, antropologi, sosiologi, ekonomi, akutansi, dan geografi.
Dengan cabang mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang diajarkan ditingkat SMA/MA tersebut pada dasarnya memerlukan bukti fisik saat materi ajar sedang berlangsung. Keberadaan museum mini ini diharapkan mampu mencontohkan materi ajar secara positif kepada peserta didik. Koleksi yang berada di museum mini tersebut mencangkup materi kesejarahan, materi antropologi, materi sosiologi, materi ekonomi, materi akuntansi dan materi geografi. Guru sebagai pengajar tidak mengalami kesulitan saat memberikan contoh kepada anak didiknya, manakala museum mini terbentuk secara aktif dalam mendukung proses pembelajaran.
Dengan cabang mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang diajarkan ditingkat SMA/MA tersebut pada dasarnya memerlukan bukti fisik saat materi ajar sedang berlangsung. Keberadaan museum mini ini diharapkan mampu mencontohkan materi ajar secara positif kepada peserta didik. Koleksi yang berada di museum mini tersebut mencangkup materi kesejarahan, materi antropologi, materi sosiologi, materi ekonomi, materi akuntansi dan materi geografi. Guru sebagai pengajar tidak mengalami kesulitan saat memberikan contoh kepada anak didiknya, manakala museum mini terbentuk secara aktif dalam mendukung proses pembelajaran.
Konsep keberadaan Museum Mini yang berada di lembaga
pendidikan, setidaknya mampu meng-update
koleksinya. Berbagai materi barang fisik, maupun materi dalam bentuk multimedia,
mampu menyesuaikan perkembangan proses pembelajaran. Hal itu merupakan indikasi
sikap lembaga yang konsisten untuk meningkatkan dan memperdayakan dunia
pendidikan lebih maju. Lembaga pendidikan yang baik, manakala mampu
menyesuaikan kebutuhan mengajar untuk memahamkan peserta didik.
Manfaat Bagi
Guru
Museum mini yang berada di lembaga pendidikan memang
terkonsep untuk memahamkan anak didiknya dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
pemahamannya. Keberadaan museum mini memiliki nilai-nilai kemanfaatan bagi
pengajar atau guru, diantaranya: Guru senantiasa dengan mudah memberikan
pemahaman terhadap anak didik dengan memberikan contoh materi ajar secara nyata. Keberadaan museum mini bagi guru yang
mengajar IPS merupakan wujud perhatiannya untuk mengembangkan dunia pendidikan. Guru dapat langsung menilai peserta didik
dalam segi perkembangan pola pikirnya, ketika guru mengajak di museum mini yang
berada di lembaga pendidikannya. Untuk mencari inovasi dalam pembelajaran,
sehingga tidak hanya monoton di kelas, melainkan anak didik bisa dibawa ke
ruang museum mini. Dengan fasilitas yang sudah memadai dalam
proses mengajar, guru setidaknya memiliki asupan semangat untuk terus
memberikan yang terbaik bagi pendidikan.
Manfaat Bagi
Anak Didik
Anak didik pergi ke sekolah, tentunya dengan niat
untuk mencari ilmu yang bermanfaat, dan ilmu yang mampu menjadikan dirinya
membentuk karakter pribadi ketika nanti sudah berada di masyarakat. Ilmu
sendiri tidak hanya sekedar dicari, melainkan juga harus dipahami, dimaknai,
serta diamalkan. Begitu pula manfaat keberadaan museum mini bagi anak didik
memiliki nilai-nilai positif yang mampu ditelaah oleh mereka, yaitu: Dengan adanya contoh pengajaran yang
nyata, anak didik mampu memaknai, meresapi, dan mengetahui contoh materi ajar
yang sedang dibahas. Adanya perkembangan inovasi dalam proses
pembelajaran IPS, anak didik semakin semangat untuk terus meningkatkan
belajarnya. Perubahan berpikir, pola prilaku, akan
sangat memperngaruhi anak didik ketika mereka langsung diberikan contoh materi
ajar di museum mini. Bagi anak didik keberadaan museum mini
merupakan wujud apresiasi positif dari lembaga pendidikan kepada anak didik
sehingga terdapat pembaharuan dalam proses pembelajaran. Dengan berbagai bentuk contoh fisik, yang
berada di museum mini, setidaknya anak didik semakin giat belajar untuk
menambah wawasan pengetahuan materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
KERANGKA
TEORITIK
Teori Museum
Mini
Museum mini yang berada di lembaga pendidikan,
merupakan museum yang sarat dengan materi koleksi, disesuaikan dengan materi
pelajaran. Keberadaan museum mini memiliki ciri-ciri yang educative, innovative, creative, dan mampu memberikan sifat
pemahaman terhadap peserta didik. Belajar di ruangan museum mini, setidaknya
mampu merubah pola pikir anak dari abstrak menuju realita. Sebab, apabila guru
mengajar di ruang kelas anak didik nampak monoton, tanpa ada contoh fisik
materi yang nyata. Sehingga dengan adanya ruang museum mini, akan menjadi setereosasi pembelajarannya, yaitu ada
contoh bukti fisik untuk materi pelajaran.
Museum dikenal dengan ciri-ciri memiliki gedung yang tinggi, kokoh, dan terdapat berbagai arca-arca dan koleksi sejarah. Namun tidak semacam itu keberadaan museum mini yang ada di lembaga pendidikan. Museum mini ini menampung berbagai bukti fisik yang dijadikan contoh pada saat materi ajar yang sedang dipelajari. Sehingga inti dari konsep keberadaan museum mini adalah untuk memahamkan materi ajar kepada peserta didik melalui bukti fisik sebagai contoh saat materi pelajaran yang dibahas. Namun juga harus disadari, keberadaan museum mini hanyalah sebagai alat untuk memahamkan, sehingga perlu peng-update-an koleksi.
Museum dikenal dengan ciri-ciri memiliki gedung yang tinggi, kokoh, dan terdapat berbagai arca-arca dan koleksi sejarah. Namun tidak semacam itu keberadaan museum mini yang ada di lembaga pendidikan. Museum mini ini menampung berbagai bukti fisik yang dijadikan contoh pada saat materi ajar yang sedang dipelajari. Sehingga inti dari konsep keberadaan museum mini adalah untuk memahamkan materi ajar kepada peserta didik melalui bukti fisik sebagai contoh saat materi pelajaran yang dibahas. Namun juga harus disadari, keberadaan museum mini hanyalah sebagai alat untuk memahamkan, sehingga perlu peng-update-an koleksi.
Didalam ruangan museum mini, pengajar dan yang
diajar tidak hanya monoton melihat benda koleksi saja, namun komunikasi aktif
menjadi sinergi positif. Berbagai diskusi, sesi pertanyaan, serta Tanya jawab,
menjadi komunikasi aktif agar anak didik mampu menghayati, memahami, serta
merespon materi pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru. Komunikasi yang aktif
antara pengajar dan anak didik saat berada di ruang museum mini, secara tidak
langsung akan memberikan kontribusi membentuk karakter anak didik.
Inti dari keberadaan museum mini adalah koleksi dan
pembelajaran, sehingga perlunya desain museum mini yang menarik bisa membuat
anak didik betah dan semangat untuk belajar. Dengan adanya museum mini
tersebut, guru tidak perlu membawa siswanya untuk keluar areal sekolah dalam rangka berkunjung di museum luar. Dengan dilandasi
ingin memberikan pengetahuan yang luas bagi siswa-siswinya, setidaknya museum
mini merupakan alternatif yang bersifat positif dalam memahamkan mata pembelajaran
IPS.
Menurut siswi yang bernama Triola Handayani, Perlu
sekali dibangunkannya museum mini di lingkup lembaga pendidikan, selain untuk
menambah ilmu pngetahuan, dan dapat mendekatkan museum dengan siswa itu
sendiri, dan dapat menambah pengetahuan, serta para siswa tidak perlu jauh-jauh
lagi untuk ke museum luar, jadi sangat perlu sekali keberadaan museum mini
(wawancara, 10 Juni 2013/07:14 WIB). Sedangkan menurut Reny Anggarwati,
keberadaan museum di lembaga pendidikan sangat diperlukan, meskipun koleksinya
semacam layang-layang, boneka, Arca, serta tidak hanya sejarah. Hal semacam itu
untuk meningkatkan pendidikan siswanya (wawancara, 10 Juni 2013/13:28 WIB).
Museum, berdasarkan definisi yang diberikan International
Council of Museums disingkat ICOM, adalah institusi
permanen, nirlaba,
melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha
pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda
nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi,
pendidikan,
dan kesenangan. Karena itu ia bisa menjadi bahan studi oleh kalangan akademis,
dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif
pada masa depan dan sejak tahun 1977 tiap tanggal 18 Mei diperingati sebagai
hari Hari Museum Internasional (http://id.wikipedia.org/wiki/Museum).
Museum sebagai wahana pembelajaran yang kreatif, dan mampu untuk
membuat anak didik semakin menyukai proses pembelajaran, terutama pada mata
pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Materi koleksi yang mencukupi museum
mini, tentu akan berdampak positif, guru mudah mengajar dengan memberikan
contoh, dan siswa akan menjadi senang, nyaman, dan semangat untuk belajar. Pada
dasarnya dengan adanya sedikit pembaharuan dalam proses pembelajaran, akan
membuat pembelajaran terasa dinikmati, nyaman tanpa ada rasa beban baik bagi
guru maupun peserta didiknya.
Secara etimologis, museum berasal dari kata Yunani, mouseion,
yang sebenarnya merujuk kepada nama kuil untuk sembilan Dewi Muses, anak-anak
Dewa Zeus yang melambangkan ilmu dan kesenian. Bangunan lain yang diketahui
berhubungan dengan sejarah museum adalah bagian kompleks perpustakaan yang
dibangun khusus untuk seni dan sains, terutama filosofi dan riset di Alexandria
oleh Ptolemy I Soter pada tahun
280 SM.
Museum berkembang seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan dan manusia semakin membutuhkan bukti-bukti otentik
mengenai catatan sejarah
kebudayaan.
Di Indonesia, museum yang pertama kali dibangun adalah Museum Radya Pustaka. Selain itu dikenal
pula Museum Gajah
yang dikenal sebagai yang terlengkap koleksinya di Indonesia, Museum Wayang,
Persada Soekarno, Museum
Tekstil serta Galeri
Nasional Indonesia yang khusus menyajikan koleksi seni rupa modern
Indonesia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Museum).
Perlunya museum mini sebagai pembaharuan dalam proses pemahaman
mata pembelajaran IPS pada tingkat SMA/MA memang sangat dibutuhkan. Wawasan Ilmu
Pengetahuan Sosial setiap detiknya mengalami penambahan informasi, perkembangan
wawasan, serta kita harus pandai dalam mengambil informasi yang baik. Museum
mini, konsep pembaharuan dalam memberikan contoh bukti fisik dalam proses
pembelajaran IPS, sebagai wadah informasi anak didik dan tentunya bagi warga
lembaga. Sehingga kedepannya museum mini menjadi education centers hang of social science.
Pendidikan
yang khas merupakan identitas suatu lembaga pendidikan yang dapat diunggulkan,
mampu diberdayakan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan mengajar dan peserta
didik. Lembaga pendidikan merupakan kesatuan sistem yang harus optimal dalam memberikan
proses pembelajaran dengan baik, dan mudah dilaksanakan oleh pengajar serta
memahamkan peserta didiknya. Dengan adanya sistem yang dipermudah dan harmonis,
akan melahirkan kelancaran dalam melahirkan anak didik sebagai generasi yang
cerdas, terampil, berpikir inovasi, dan mampu membanggakan pribadi, lembaga,
dan keluarganya serta memiliki akhlak yang baik.
Konsep Belajar
di Museum Mini
Ruangan museum mini tentu didesain berbeda daripada
ruangan kelas yang biasa dipakai mengajar setiap harinya, sehingga kenyaman
belajar diutamakan. Ruangan museum mini tertata layaknya museum-museum yang
sering kita kunjungi, dengan dinamisnya keberadaan ruangannya tertata secara
rapi, pencahayaan yang baik, dan diutamakan kebersihannya. Sebagai pengajar memang
membutuhkan media fisik yang harus ditunjukkan kepada anak didiknya agar mereka
paham dan mengetahui secara langsung. Koleksi di museum setidaknya selalu
memberikan perubahan pola pikir pada peserta didik. Pendidikan pada dasarnya
merupakan merubah dari yang belum tahu menjadi mengetahui, dari yang baik agar
menjadi sangat baik. Sehingga keberadaan museum mini di lembaga pendidikan
merupakan tempat alternatif dalam proses memahamkan pembelajaran IPS.
Didalam proses belajar, tentunya berbagai permasalahan sangat komplek sekali, terutama dalam pembahasan materi ajar. Sehingga salah satu alternatif memecahkan permasalahan materi ajar, terlabih dahulu kita mencari referensi maupun literatur yang dapat dijadikan sumber pengetahuan. Dengan kontens dan karakteristik yang dimiliki oleh museum mini, mampu mempertahankan sudut pendidikannya. Karakter yang mampu membangun olah pikir peserta didik, serta dengan adanya museum mini, mampu bernarasi dengan baik untuk menambahkan wawasan pengetahuan anak didik.
Didalam proses belajar, tentunya berbagai permasalahan sangat komplek sekali, terutama dalam pembahasan materi ajar. Sehingga salah satu alternatif memecahkan permasalahan materi ajar, terlabih dahulu kita mencari referensi maupun literatur yang dapat dijadikan sumber pengetahuan. Dengan kontens dan karakteristik yang dimiliki oleh museum mini, mampu mempertahankan sudut pendidikannya. Karakter yang mampu membangun olah pikir peserta didik, serta dengan adanya museum mini, mampu bernarasi dengan baik untuk menambahkan wawasan pengetahuan anak didik.
Didalam konsep pengajaran di museum mini yang dimiliki
oleh lembaga pendidikan, setidaknya memberikan ruang waktu bagi pengajar dan
anak didik agar mampu merubah setigma proses pembelajaran yang selama ini masih
dianggap monoton. Dengan keberadaan lingkungan lembaga pendidikan yang
kondusif, harmonis, serta variatif dalam proses pembelajarannya, akan menjadi
daya tarik sendiri. Menurut Adler, seperti halnya potongan tumbuhan dipengaruhi
oleh tanah, cahaya, air, dan perhatian individual, demikian juga perkembangan
siswa di sekolah bergantung pada lingkungan kelas dan perhatian yang mereka
terima. Kepedulian, perhatian terhadap tiap individu, harus menjadi bagian dari
lingkungan sekolah mereka. Lingkungan membentuk orang. Bahkan, percakapan yang
sangat singkat memiliki tenaga untuk mengikis atau memperkuat pemahaman
seseorang atau dirinya sendiri (dalam
Elaine B. Johnson, 2010:226-227).
Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan
bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara
sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut
pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik
kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan
interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun
pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan
hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan
organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah
diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang
dibangun secara personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi
konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan
keputusan, yang semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran
individu sehingga menjadi semakin sempurna (dalam
makalah I Wayan Santyasa).
Inovasi
dalam proses pembelajaran, merupakan tindakan positif yang harus mendapatkan
apresiasi dari lembaga pendidikan. Sehingga dengan adanya perkembangan dan
pemberdayaan dalam proses pembelajaran akan menjadi acuan dalam
pengembangan-pengembangan metode pembelajaran berikutnya. Pengajar jangan
sampai disibukkan dengan administrasi yang berlebihan, agar mereka mampu untuk
berkreasi dan konsentrasi secara optimal. Proses pembelajaran dengan adanya
museum mini, tidak harus mengeluarkan kinerja yang terlalu besar, sebab guru
sebagai pengajar yang aktif dalam membimbing peserta didiknya di dalam museum
mini tersebut. Pengasahan pola pikir anak didik, menjadi keutamaan yang
dinamis. Guru membimbing dengan pengetahuan yang dikuasainya, sehingga
keberadaan museum mini sebagai tempat untuk pemahaman pada materi ajar.
Setiap
peserta didik memiliki kewajiban dan hak untuk mengembangkan serta
memberdayakan kapasitasnya secara optimal, kreatif, dan mengadaptasikan dirinya
sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan lembaga pendidikannya. Setiap
individu anak didik mampu melakukan customization
baik ketika proses pembelajaran, maupun sudah berada di masyarakat nantinya.
Wawasan yang mumpuni akan memberikan peluang baik selama anak didik mampu
mengoptimalkan potensi diri dan lingkungan yang ada. Pembelajaran seharusnya
menjadi aktivitas yang bermakna, mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang
ada. Pada dasarnya pembelajaran itu terletak pada prosesnya, museum mini
sebagai wadah proses pemahaman, anak didiklah yang setidaknya mampu
menyimpulkan dari proses tersebut sebagai pembelajaran.
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
Secara umum, tentunya pasti mengenal atau pernah
mendengar istilah keberadaan Ilmu Pengetahuan Sosial atau biasa disingkat IPS.
Sejak duduk dibangku Sekolah Dasar bahkan sesudah lulus sarjana, mendengar
istilah Ilmu Pengetahuan Sosial sudah tidak asing lagi. Sehingga secara tidak langsung Ilmu Pengetahuan Sosial atau
IPS merupakan ilmu masyarakat, lingkungan, dan kepribadian, yang selalu
bersinggungan langsung dengan kehidupan disekitar. Ketika nanti sudah berada di
masyarakat, tetap memakai Ilmu Pengetahuan Sosial dalam bersinggungan dengan
lingkungan.
Istilah pendidikan IPS dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosial Studies yang mengembangkan kurikulum di Amerika Serikat (Marsh, 1980; Martoella, 1976, dalam internet http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/03/12/karakteristik-mata-pelajaran-ilmu-pengetahuan-sosial-ips/).
Istilah pendidikan IPS dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosial Studies yang mengembangkan kurikulum di Amerika Serikat (Marsh, 1980; Martoella, 1976, dalam internet http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/03/12/karakteristik-mata-pelajaran-ilmu-pengetahuan-sosial-ips/).
Ilmu sosial (Inggris: social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris: social studies) adalah sekelompok
disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda
dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode
ilmiah dalam mempelajari
manusia, termasuk metode kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk
menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan
meliputi perilaku dan interaksi manusia pada masa kini dan masa lalu. Berbeda
dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik
secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat (http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial).
Namun pengertian di atas merupakan makna
secara meluas pemahamannya mengenai pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dalam
tingkat SMA/MA keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial memang
pelajaran yang mendasar. Keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) sendiri dibagi menjadi; sejarah, antropologi, sosiologi, ekonomi, akutansi, dan geografi.
Sehingga dengan adanya pengembangan dan pemberdayaan mengenai pemahaman materi
ajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, dapat memberikan ruang dan waktu
bagi peserta didik untuk menambah
wawasan pengetahuan sosial.
Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata
pelajaran dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di negara kita, secara
historis muncul bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum SD, SMP, dan SMA
tahun 1975. IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain
sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated),
interdisipliner, multidimensional bahkan cross-diciplinary (Numan
Somantri, 2001: 101, dalam Internet staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pendidikan%20IPS%20SD.pdf).
Menurut siswa-siswi yang bernama Muhammad Barul dan Aning Septiani, yang mengambil
kelas Jurusan IPS Unggulan di MAN Tulungagung 1, makna dari Ilmu Pengetahuan
Sosial adalah sebuah ilmu yang sangat penting karena IPS adalah
ilmu yang menyangkut keseluruhan pengetahuan sosial, di dalam IPS banyak
mengandung unsur-unsur yang mempelajari tentang masyarakat, budaya, sejarah, ekonomi
dan lain sebagainya. Ilmu IPS merupakan
ilmu yang sangat luas. Karena ilmu IPS harus mengetahui bagian-bagiannya secara
mendetail. Tanpa kita tahu bagian yang kecil terlebih dahulu kita tidak akan
mengerti bagian yang besar. Karena itu ilmu IPS adalah ilmu yang luas. Misalnya,
tanpa kita membaca kita juga tidak akan mengerti apa maksud dari hal yang
diinginkan. Dan ilmu IPS juga tidak bisa di kira-kira, karena sudah ada fakta
pada zaman dahulu atau hal yang berkaitan dengan zaman sekarang (Wawancara, 15
Juni 2013/11:30 WIB).
Pada dasarnya Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari keberadaan
sosial, baik sosial lingkungan sekitar, sosial masyarakat, dan sosial-sosial
yang lainnya. Dengan ilmu yang dimiliki anak didik, maka akan terjadi pemahaman
yang baik mengenai keberadaan pengertian sosial secara nyata dalam dunia
pendidikan maupun ketika mereka sudah berada di masyarakat.
Komunikasi
Pengajar dengan Anak Didik
Kualitas proses pembelajaran dipengaruhi oleh
efektif tidaknya dalam komunikasi antara pengajar dan anak didik. Komunikasi
yang efektif akan memberikan ruang dan waktu bagi peserta didik untuk menangkap
materi, memahami, serta mengerti transformasi ilmu yang disampaikan oleh
pengajar. Sehingga guru sebagai transformasi ilmu kepada anak didiknya,
selayaknya memiliki kemampuan komunikasi aktif yang baik. Sebagai seorang guru
memiliki tanggungjawab penuh terhadap komunikasi didalam proses pembelajaran,
sebagai pengajar dituntut memiliki komunikasi yang baik, sopan dan santun, agar
proses pembelajaran berjalan lancar tanpa ada komunikasi yang monoton.
Menurut Onong Ucahyana mengatakan, komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seorang komunikator kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuh hati (Ucahyana, 2002:11 dalam Bungin, 2009:31). Sehingga komunikasi bisa efektif apabila guru (komunikan) memiliki wawasan yang luas, untuk ditranformasikan kepada peserta didik. Ketika wawasan luas dan selalu memberikan pemahaman kepada anak didik, merupakan wujud guru yang harmonis dan mampu menempatkan posisi sebagai pendidik yang baik.
Menurut Onong Ucahyana mengatakan, komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seorang komunikator kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuh hati (Ucahyana, 2002:11 dalam Bungin, 2009:31). Sehingga komunikasi bisa efektif apabila guru (komunikan) memiliki wawasan yang luas, untuk ditranformasikan kepada peserta didik. Ketika wawasan luas dan selalu memberikan pemahaman kepada anak didik, merupakan wujud guru yang harmonis dan mampu menempatkan posisi sebagai pendidik yang baik.
Guru sebagai kelompok sosial tentunya memiliki
strategi komunikasi yang optimal, ketika memberikan pengajaran kepada
siswa-siswinya. Guru setidaknya memiliki pemahaman bahasa komunikasi yang baik,
sehingga anak didik tidak mengalami kesulitan ketika menyimak pembahasan materi
ajar. Melihat sasaran objeknya, guru harus sesering mungkin memahami
karakteristik anak didik di setiap kelas, untuk itu guru mampu berkomunikasi
dengan baik agar dapat memahami kekurangan dan kelebihan anak didiknya dalam
menutut ilmu.
Sehingga sebagai guru maupun pengajar harus memiliki
pengetahuan yang luas dan memadai, hal tersebut untuk memberikan wawasan pula kepada anak didiknya. Pengetahuan adalah
hasil dari belajar pula yang didapat dari pengalaman, baik pengalaman
pengindraan, membaca buku, berpikir maupun dari referensi, sehingga kita mampu
mengetahui dan memahami materi tersebut. Dengan sikap yang tegas sebagai
pengajar, mampu mendidik anaknya menuju kepribadian berkarakter positif. Menurut
Bonner bahwasanya, kebutuhan utama manusia dan untuk
menghadirkan jiwa yang sehat, manusia membutuhkan hubungan sosial yang ramah.
Kebutuhan ini dapat terpenuhi dengan sempurna bila manusia membina komunikasi
yang baik dengan orang lain (Bonner, 1953,
dalam Rahmad, 2003:89).
Komunikasi selalu dibarengi dengan naluri kejiwaan sebagai seorang
pengajar, namun setidaknya menjadi pengajar harus memiliki talenta dalam
berkomunikasi yang baik, bahasa positif, tanpa mengeluarkan kata-kata negatif,
maupun tidak menyinggung perasaan anak didiknya. Guru sebagai makhluk yang
sosial harus mampu menempatkan dirinya pada posisi yang baik, tidak mematikan
karakter anak didiknya, bahkan kalau perlu sebagai pendidik selalu memotivasi
anak didiknya. Pengajar dan yang diajar membutuhkan hubungan sosial yang
harmonis, dinamis, serta bersinergi, dengan adanya komunikasi yang baik pulalah
akan membentuk sinergi positif dalam menambah pengetahuan, antara pengajar dan
yang diajar.
Tentunya yang kita harus ingat dalam komunikasi
adalah memposisikan bahasa sebagai alat untuk memahamkan dalam komunikasi. Sehingga
didalam komunikasi posisi kebahasaan sangatlah penting sekali untuk bisa
dipahami makna yang dikomunikasikan. Menurut Brown dan Yule (1983:3-4),
bahwasanya komunikasi adalah aktivitas sosial (dalam Suparno, 2000:2). Sehingga komunikasi dan bahasa, merupakan
wujud kesatuan yang harus dimiliki setiap pengajar, agar mampu mengajar dengan
baik dan benar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2002:88),
bahwasanya pengertian bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama,
berinteraksi, dan mengidentifikasi dalam bentuk percakapan yang baik, tingkah
laku yang baik, sopan santun.
Bahasa sebagai sarana atau media pemahaman ilmu
pengetahuan yang tidak terlepas dari tujuan, yaitu bahasa sebagai alat
pemahaman. Dengan berbahasa yang baik dan benar, secara tidak langsung akan
menunjukkan sifat penalaran yang baik dan logis, dengan bernalar yang baik pula
dapat dilatih dengan berbahasa yang baik, tutur kata yang sopan, meskipun itu
seorang pendidik. Tujuan utama dalam berbahasa sebagai media komunikasi adalah
untuk memperoleh sifat-sifat pemahaman dari komunikan, serta mampu menelaah
nilai-nilai dari yang dikomunikasikan dengan baik.
Di dalam pemakaian bahasa ditemukan
sejumlah ragam bahasa. Ragam bahasa merupakan salah satu dari sejumlah variasi
yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Variasi itu muncul karena pemakaian
bahasa memerlukan alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Agar banyaknya variasi itu tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi
tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu. Variasi itu disebut ragam standar
(Kridalaksana, 1985:134).
Sehingga komunikasi antara pengajar
dan yang diajar, setidaknya memiliki sifat memahamkan yang baik, tidak negatif.
Namun keberadaan bahasa yang baik juga akan memberikan sinergi yang positif,
untuk menghasilkan khasanah wawasan pengetahuan yang baru. Keberadaan museum
mini yang menjadi konsep sebagai tempat memahamkan materi ajar Ilmu Pengetahuan
Sosial, setidaknya sebagai pengajar juga memberikan komunikasi yang baik untuk
memahamkan materi ajar kepada anak didik. Museum mini, komunikasi dengan bahasa
yang baik, dan sifat memahamkan materi ajar dengan contoh yang nyata,
setidaknya menjadi trobosan dalam mengajar.
METODOLOGI
PENELITIAN
Metode penelitian ini, merupakan langkah
untuk mendapatkan sumber data maupun referensi didalam penulisan. Sehingga
dengan adanya metode penelitian mampu mengoptimalkan pencarian sumber data,
atau sumber referensi untuk menghasilkan data yang baik, dan tentunya sesuai
dengan yang diharapkan.
Waktu
dan Tempat Penelitian
Penelitian untuk mengembangkan dan memberdayakan objek penelitian
yang pada dasarnya bisa diberdayakan secara positif. Kegunaan penelitian ini
untuk mengetahui perkembangan proses pembelajaran secara baik. Waktu penelitian
kali ini peneliti mulia dari tanggal 15 Mei 2013 hingga 20 Juni 2013. Mengambil
tempat penelitian di lembaga pendidikan Islam MAN Tulungagung 1, dengan alamat
Jl. Ki Hadjar Dewantara, Beji, Boyolangu, Tlp. 0355 321693, Kabupaten
Tulungagung, Kode Pos 66233, Propinsi Jawa Timur.
Di MAN Tulungagung 1 pada tahun pelajaran 2013/2014 akan mulai diadakannya keberadaan museum mini, dengan konsep sebagai media pembelajaran. Maka dari itu penulis mengambil objek penelitian di MAN Tulungagung 1 dengan mengambil tema proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan indikator pemahaman materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial, di ruang Museum Mini.
Di MAN Tulungagung 1 pada tahun pelajaran 2013/2014 akan mulai diadakannya keberadaan museum mini, dengan konsep sebagai media pembelajaran. Maka dari itu penulis mengambil objek penelitian di MAN Tulungagung 1 dengan mengambil tema proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan indikator pemahaman materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial, di ruang Museum Mini.
Teknik
Pengumpulan Data
Penelitian kali ini teknik pengumpulan data sangat diperlukan,
sebagai bahan literatur dan pengkajian referensi. Adapun teknik pengumpulan sumber
data yang peneliti lakukan, diantaranya:
Wawancara
Peneliti menggunakan metode wawancara, karena dengan adanya hasil
wawancara untuk melengkapi hasil penelitian dengan secara langsung dari
pendapat anak didik serta warga, baik bapak ibu guru di MAN Tulungagung 1.
Wawancara merupakan metode untuk melengkapi keberadaan penelitian sebagai
sumber literatur sekunder. Dengan wawancara maka kita langsung bertatap muka
untuk mencari informasi-informasi yang sedang peneliti butuhkan.
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh data dengan cara bertanya langsung kepada responden atau sumber informan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara ini dijadikan sebagai pembanding untuk menguatkan argumen-argumen (Bungin, 2001:58-59). Metode wawancara atau metode interview, mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu. Dalam hal ini, suatu percakapan meminta keterangan yang tidak untuk bertujuan suatu tugas, tetapi yang hanya untuk bertujuan beramah-tamah, untuk tahu saja, atau untuk ngobrol saja, tidak disebut wawancara (Koentjaraningrat, 1997:129).
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh data dengan cara bertanya langsung kepada responden atau sumber informan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara ini dijadikan sebagai pembanding untuk menguatkan argumen-argumen (Bungin, 2001:58-59). Metode wawancara atau metode interview, mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu. Dalam hal ini, suatu percakapan meminta keterangan yang tidak untuk bertujuan suatu tugas, tetapi yang hanya untuk bertujuan beramah-tamah, untuk tahu saja, atau untuk ngobrol saja, tidak disebut wawancara (Koentjaraningrat, 1997:129).
Observasi Lapangan
Observasi, peneliti pergunakan sebagai keabsahan untuk menunjang
penulisan ini, dengan observasi dapat melihat secara langsung keberadaan lokasi
penelitian. Pada dasarnya memang sudah ada tempat atau ruangan yang akan
dipakai sebagai museum mini, sebagai tempat pembelajaran. Menurut Waka Humas
MAN Tulungagung 1 Bapak Masrohaini, dulunya ruangan yang akan dijadikan tempat
museum mini adalah ruang multimedia.
Penelitian lapangan pada hakikatnya merupakan metode untuk menemukan secara khusus dan realitas apa yang terjadi di objek penelitian itu. Maka dengan itu dapat diperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, memaparkan dan melaporkan keadaan suatu objek apa adanya. Ringkasnya penelitian lapangan pada umumnya bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah dalam menyingkap fakta apa adanya (Koentjoroningrat, 1997:108-110).
Penelitian lapangan pada hakikatnya merupakan metode untuk menemukan secara khusus dan realitas apa yang terjadi di objek penelitian itu. Maka dengan itu dapat diperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, memaparkan dan melaporkan keadaan suatu objek apa adanya. Ringkasnya penelitian lapangan pada umumnya bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah dalam menyingkap fakta apa adanya (Koentjoroningrat, 1997:108-110).
Instrument Penelitian
Alat yang peneliti pergunakan untuk penelitian kali ini
diantaranya;
a. Komputer, sebagai alat menulis hasil
penelitian sampai pengolahan data secara optimal.
b. Heandphone, sebagai alat untuk
merekam saat wawancara dengan sumber informan, sebelum diolah dalam bentuk
tulisan yang sistematis.
c. Buku tulis dan boll point, untuk mencatat
hal-hal yang diperlukan saat observasi.
Sumber Data yang Didapat
Dengan penelitian, baik secara wawancara, observasi, dan
pengoptimalisasian penelitian dengan pengolahan sumber data, peneliti tentunya
mendapatkan hasil yang memuskan. Seperti halnya buku referensi yang mengenai
dunia pendidikan dan pengajaran, teknik pembelajaran yang kondusif, inovatif,
serta kreatif, dan buku literatur yang menyangkut inovasi pembelajaran. Adapun
yang diperoleh secara observasi, seperti wawancara dengan sumber informan, dan
melihat tempat observasi secara langsung. Dengan sumber data yang ada, peneliti
olah secara optimal untuk menghasilkan tulisan yang sistematis, dan kontruktif.
MUSEUM MINI:
RUANG PEMBELAJARAN UNTUK MEMAHAMKAN MATERI
AJAR IPS
Museum: Konsep
Berpikir
Pembelajaran
yang tidak melelahkan atau pembelajaran tidak mencuri waktu yang lama, sehingga
bisa belajar dengan santai, tenang, namun mengena terhadap pola pikir anak
didik. Konsep belajar di museum mini yang ada di dalam lingkup lembaga
pendidikan ini setidaknya mampu memberikan wawasan kearifan lokal maupun global
tanpa meninggalkan materi ajar yang semestinya. Keberadaan museum mini yang
terdapat pada lembaga pendidikan, memiliki sifat penyampaian informasi terhadap
anak didik. Pengembangan berpikir secara kreatif merupakan dasar kita untuk
memahami hakikat pengetahuan.
Museum mini merupakan wadah akselerasi antara budaya, seni, sejarah, ekonomi, dan lain sebagainya untuk menjalin berkesinambungan antara waktu ke waktu. Ruang dan waktu menjadi sisi kehidupan dalam proses pembelajaran yang memberikan interaksi yang dinamis antara koleksi museum, pengajar, dan yang diajarkan. Komunikasi yang dinamis akan membuat prosesi pembelajaran menjadi senang tanpa kejenuhan (setereosasi). Dinamika dalam pembelajaran akan menunjukkan nilai-nilai yang realita mana yang kurang dan mana yang harus dibenahi, serta mana yang harus diberdayakan sesuai tujuan pembelajaran.
Museum mini merupakan wadah akselerasi antara budaya, seni, sejarah, ekonomi, dan lain sebagainya untuk menjalin berkesinambungan antara waktu ke waktu. Ruang dan waktu menjadi sisi kehidupan dalam proses pembelajaran yang memberikan interaksi yang dinamis antara koleksi museum, pengajar, dan yang diajarkan. Komunikasi yang dinamis akan membuat prosesi pembelajaran menjadi senang tanpa kejenuhan (setereosasi). Dinamika dalam pembelajaran akan menunjukkan nilai-nilai yang realita mana yang kurang dan mana yang harus dibenahi, serta mana yang harus diberdayakan sesuai tujuan pembelajaran.
Kontribusi
perubahan yang positif dalam sektor pembelajaran, akan memberikan wawasan yang
baik dalam proses pembelajaran. Ketrampilan berpikir merupakan hal penting
dalam proses kegiatan belajar. Dengan ketrampilan berpikir, peserta didik dapat
merespon dengan adanya wacana dalam mata pelajaran yang sedang dibahas. Sehingga
dengan adanya dukungan untuk mengolah pikiran, setidaknya menjadi khasanah
berpikir bagi generasi pelajar. Keberadaan kearifan lokal yang ada di
lingkungan sekitar tentunya bisa dijadikan suatu media pembelajaran. Maka
dengan adanya konsep alternatif pembelajaran di tempat museum mini, diharapkan
memudahkan pemahaman anak didik terhadap materi yang sedang diajarkan.
Museum
mini yang berada di lingkungan lembaga pendidikan, mampu memberikan sikap
pemahaman terhadap anak didik, terutama mengenai materi ajar IPS. Mengolah
pemikiran dengan baik, akan mendasari anak didik senang dalam mengapresiasikan
hasil pemikirannya. Memberdayakan lingkungan yang educative mencerminkan pengelolaan lingkungan yang baik dan mampu
mengkondusifkan untuk ruang belajar anak didik.
Pembelajaran
IPS perlu dirancang sedemikian rupa, sehingga berpotensi untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Pengembangan dan pemberdayaan
berpikir kreatif perlu dilakukan seiring dengan pengembangan proses
pengevaluasian dan mengukur kemampuan anak. Berpikir kreatif menekankan aspek
pemahaman, gagasan, keluwesan, pengamatan, dan ide-ide yang baik. Sehingga
untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif seorang anak didik adalah dengan
memberikan evaluasi secara tertulis, teks, maupun dengan komunikasi yang
dilakukan oleh gurunya.
Selain
ruang kelas, keberadaan ruang museum mini merupakan wadah untuk tempat berpikir,
terutama mengenai wawasan pengetahuan IPS. Menurut Utami Munandar (2009:31),
agar kreativitas anak dapat terwujud, maka diperlukan dorongan atau motivasi
baik dari diri sendiri (motivasi instrinsik) dan dorongan dari luar atau
lingkungan (motivasi ekstrinsik). Motivasi dari lingkungan sangat dibutuhkan
oleh anak dalam mengembangkan pikirannya ketika anak tersebut mulai membentuk
hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya
sepenunya.
Keberadaan
ruangan museum mini tersebut, menjadi ruangan yang mampu mengembangkan potensi
berpikir kreatif anak didik, melalui koleksi museum mini. Kreativitas berpikir
memang sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran, dengan otak yang aktif
untuk berpikir setidaknya memiliki ide-ide cemerlang dalam materi ajar yang
sedang dipelajari. Masih menurut Utami Munandar (2009:1), bahwasanya
kreativitas secara umum mencakup tiga hal, yaitu kognitif (berpikir), afektif
(sikap dan kepribadian), dan psikomotor (keterampilan dan prilaku).
Belajar Tidak
Harus Menunggu Diajar
Pada
dasarya dunia pendidikan memang memerlukan instrument untuk memahamkan peserta
didik dalam suatu materi ajar, sehingga perlunya alat pemahaman terhadap materi
yang disampaikan memang diperlukan. Sepatutnya sebagai pengajar atau guru
mempunyai imajinasi mengajar yang lebih luas serta mampu memanfaatkan alam dan
lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran yang positif. Hakikat pendidikan
tidak hanya terpaku dalam ruang yang bernama kelas, melainkan keberadaan
museum, alam sekitar, dan alat lainnya dapat menjadi alternatif lain yang
positif. Belajar tidak harus menunggu untuk diajar, melainkan ketika pengajar
sudah mampu memobilisasi anak didik, maka yang ada secara tidak langsung anak didik
akan mampu berjalan sendiri dalam proses pembelajaran.
Keberadaan museum mini di suatu lembaga pendidikan, bisa menjadi alternatif dalam proses pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Kalau kita ketahui pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat SMA/MA, seperti halnya: Sejarah, Antropologi, Geografi, Ekonomi, Akutansi, dan Sosiologi. Sehingga ketika guru mengajar bisa langsung mengena materinya kepada anak didik ketika dimasukan ke dalam ruangan museum mini yang dimiliki oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Di dalam museum ini sendiri, tentunya terdapat berbagai sajian menu koleksi contoh yang sesuai dengan materi Ilmu Pengetahuan Sosial.
Keberadaan museum mini di suatu lembaga pendidikan, bisa menjadi alternatif dalam proses pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Kalau kita ketahui pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat SMA/MA, seperti halnya: Sejarah, Antropologi, Geografi, Ekonomi, Akutansi, dan Sosiologi. Sehingga ketika guru mengajar bisa langsung mengena materinya kepada anak didik ketika dimasukan ke dalam ruangan museum mini yang dimiliki oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Di dalam museum ini sendiri, tentunya terdapat berbagai sajian menu koleksi contoh yang sesuai dengan materi Ilmu Pengetahuan Sosial.
Seperti
contoh ketika materi sejarah, maka di museum mini itulah para pengajar dapat
menerangkan langsung dengan instrument kesejarahan yang sudah dikoleksi. Begitu
pula dengan materi mata pelajaran ekonomi, maka seperti contoh uang kartal,
struk pembayaran/penarikan uang di bank, giro, cek, dan contoh perbankan
lainnya. Pada mata pelajaran Sosiologi, seperti film kemasyarakatan, dan lain
sebagainya tentunya yang dapat mewakili materi ajar.
Inti
dari keberadaan museum mini sendiri sebagai wadah proses pembelajaran yang
langsung melalui benda-benda koleksi. Museum mini, bisa terwujud apabila
kebutuhan bapak/ibu guru sebagai pengajar sudah mampu berpikir secara rasional,
bahwasanya mencerdaskan, memintarkan, dan memahamkan peserta didik tidak hanya
terpaku pada teks-teks dan model ceramah. Namun dengan adanya fasilitas museum
mini tersebut pengajar langsung menerapkan proses pembelajarannya secara contoh
bukti fisik.
Lembaga pendidikan yang baik apabila mampu memenuhi kebutuhan peserta didiknya agar mampu membentuk karakteritik yang baik, pola berpikir yang dinamis, serta mampu mewujudkan keselarasan antara kehidupan pribadi, lembaga, dan masyarakat. Wujud karakteristik sedemikian rupa, bisa terjadi apabila keharmonisan terhubung dengan baik antara lembaga, peserta didik, wali murid, dan guru, sebagai pengajar yang memahami betul karakteristik siswa-siswinya, karena sebagai guru pasti sering bertatap muka langsung dengan anak didiknya.
Lembaga pendidikan yang baik apabila mampu memenuhi kebutuhan peserta didiknya agar mampu membentuk karakteritik yang baik, pola berpikir yang dinamis, serta mampu mewujudkan keselarasan antara kehidupan pribadi, lembaga, dan masyarakat. Wujud karakteristik sedemikian rupa, bisa terjadi apabila keharmonisan terhubung dengan baik antara lembaga, peserta didik, wali murid, dan guru, sebagai pengajar yang memahami betul karakteristik siswa-siswinya, karena sebagai guru pasti sering bertatap muka langsung dengan anak didiknya.
Pengajar
yang sering bertatap muka, tentunya mampu menilai keberadaan anak didiknya,
kekurangan, dan kelebihan. Sehingga untuk memenuhi kekurangan pemahaman anak
didiknya, maka selayaknya ada museum mini sebagai alternatif ruangan yang bisa
dijadikan sebagai tempat pembelajaran. Museum mini yang didesain dengan khas
interaksi pembelajaran akan menjadikan kenyaman peserta didik dalam memahami
materi yang diajarkan oleh guru.
Didalam
ruangan museum mini tersebut, setidaknya anak didik sudah mempunyai gambaran
atau menambah wawasan pengetahuan. Ketika anak memasuki museum mini, pola
pikiran anak didik sudah terjadi reaksi positif. Setidaknya museum mini
memiliki apresiasi keilmuan terhadap anak didik, pengajar, dan lembaga.
Guru,
istilah orang Jawa biasa diartika “Digugu lan Ditiru”, sifat keguruan harus
mencerminkan adab sopan, santun, tutur tinutur yang baik, tidak menyinggung
perasaan anak didik maupun orang lain. Sehingga guru setidaknya terus melakukan
pembaharuan terhadap diri, dan proses inovasi pembelajaran. Pembaharuan dalam
skala kecil, dimulai dari kepribadian, dan selanjutnya bisa diterapkan pada
anak didik. Hal sedemikian rupa yang bisa dianggap belajar tidak harus menunggu
untuk diajar.
Peralatan di Museum Mini IPS
Museum
mini yang ada di lembaga pendidikan, merupakan wadah untuk pemahaman dalam
materi pelajaran IPS yang sedang berlangsung. Peralatan adalah alat, media,
atau barang benda, yang bisa mendukung terjadinya proses interaktif dalam
pembelajaran dengan materi yang sedang diajarkan oleh pengajar. Didalam museum
mini IPS, terdapat pula peralatan pendukung proses pembelajaran. Sehingga
keberadaan museum mini IPS, ruang lingkup koleksinya mengenai mata pelajaran sejarah, antropologi, sosiologi, ekonomi,
akutansi, dan geografi, adapun desain ruangan museum mini IPS diberi prasarana seperti:
karpet, AC, tempat sampah, dan pewangi ruangan. Adapun peralatan lainnya
sebagai pendukung keberadaan museum mini IPS yang penulis dapat dari Waka SasPras
(Sarana Prasarana) MAN Tulungagung 1, yang berbentuk proposal ini diantaranya:
No
|
Barang
Keperluan
|
Volume
|
Keterangan
|
1
|
Komputer
|
1 set
|
Terdiri:
1.
Monitor
2.
CPU
3.
Printer
4.
Sound speaker
|
2
|
Karpet
|
1 ruang
|
Untuk
tepat duduk lesehan saat proses pembalajaran.
|
3
|
Lemari
kaca
|
6 buah
bersaf
|
Penyimpanan
peralatan media pembelajaran
|
4
|
Etalase
|
6 buah
|
Menyimpan
barang media pembelajaran, dengan ukuran:
P:
1,5 meter
L:
0,5 meter
T:
1 meter
Persaf:
30 cm
|
5
|
Meja
kecil
|
10 buah
|
Ukuran:
1 m x 1 m
Sebagai
tempat berdiskusi
|
6
|
Papan
tulis (White Board)
|
2 buah
|
Tempat
menulis bapak/ibu guru untuk menerangkan materi pelajaran
|
7
|
Rak
CD/DVD
|
1 buah
|
Tempat
penyimpanan CD/DVD media pembelajaran
|
Selain
itu penulis dapat menambahkan, tidak hanya barang yang berwujud fisik saja
untuk dijadikan contoh materi ajar. Melainkan dengan adanya komputer PC, bisa
diberi program multimedia pembelajaran, seperti program Encarta, software penyebaran
Islam di Indonesia, software perbankan, dan film yang bertema pembelajaran. Sehingga
sinergi yang baik untuk mendukung pembelajaran merupakan sesutau kebaikkan
dalam mengembangkan dunia pendidikan. Peralatan yang dimaksud dalam tatanan museum mini IPS merupakan
suatu media untuk proses pemahaman dalam pembelajaran materi ajar. Sehingga apa
yang dimaksud dengan peralatan disini adalah suatu alat untuk media
pembelajaran. Mata pelajaran IPS sendiri terbagi menjadi enam bagian, seperti
sejarah, antropologi, sosiologi, ekonomi, akutansi, dan geografi. Setidaknya di
dalam ruangan museum mini terdapat berbagai koleksi yang mewakili materi ajar
IPS.
Seperti hal sejarah dan antropologi, terdapat koleksi arca, uang
kuno, kitab klasik, lontar, serta lain sebagainya. Begitu pula dengan
sosiologi, berbagai media yang bersinggungan juga ada, seperti gambar adat
masyarakat, media film kerusuhan masyarakat, demonstrasi, dan rekaman wawancara
masyarakat. Materi ajar yang lainnya seperti ekonomi dan akutansi juga memiliki
koleksi tersendiri, untuk melengkapi museum mini, seperti contoh fisik uang
kartal, giro, cek, software perbankan, cara pelayanan di bank maka dibuatlah
mini bank, dan contoh fom akuntan (debet kredit).
Dengan adanya koleksi museum mini yang bisa dijadikan materi ajar
pemahaman terhadap anak didik, merupakan kesatuan sistem untuk mengembangkan
dan memperdayakan lingkungan sekitar. Setidaknya lembaga pendidikan sendiri
juga memperhatikan peng-update-an koleksi yang berada di museum mini, hal
tersebut untuk menjadikan proses pembelajaran semakin mudah.
Sekilas gambaran penggunaan museum mini IPS, agar tidak terjadi
kecanggungan dalam pemakaiannya, yaitu:
1.
Saat
mata pelajaran IPS yang sedang diampu guru memerlukan contoh atau suasana yang
kondusif untuk mengajar, sehingga guru bisa mempergunakan ruangan museum mini
IPS.
2.
Guru
setidaknya memberikan pengarahan kepada anak didiknya sebelum ke museum mini
IPS, dan guru sudah mempersiapkan agenda kegiatan terlabih dahulu sebelum mengajar
di museum mini.
3.
Guru
harus berkoordinasi terlabih dahulu dengan penjaga/pengurus museum mini, untuk
mempersiapkan apa yang diperlukan ketika mengajar, sehingga pengajar setidaknya
berkomunikasi terlebih dahulu.
4.
Setelah
semua kesiapan optimal, guru memanggil anak didiknya yang berada di kelas untuk
menuju ke museum mini IPS, tentunya ketika masuk ke museum mini dengan rapi,
sopan, dan santun, serta absen terlebih dahulu ketika masuk museum mini IPS,
guru yang memakai mengisi jurnal pemakaian ruangan terlebih dahulu.
5.
Anak
didik dipersilahkan mengambil posisi duduk, sesuai dengan kelompok yang sudah
dibagi atau meja yang sudah dipersiapkan petugas.
6.
Setelah
proses pembelajaran berlangsung, guru sekali-kali mengingatkan terhadap anak
didik pentingnya menjaga koleksi museum mini, dan juga kebersihan ruangan, agar
ketika dipakai lagi terasa nyaman. Selain itu saat berdiskusi interaktif, anak
didik tidak boleh membuat kegaduhan.
7.
Ketika
proses pembelajaran sudah selesai, guru mengingatkan kembali barang-barang
bawaan anak didik untuk di cek kembali, serta ketika keluar dari ruangan tidak
boleh tergesa-gesa, dan akhirnya guru menutup proses pembelajaran dengan salam.
Intinya adalah penataan tata letak koleksi museum mini yang baik
dan kebersihan terjaga, akan membuat nyaman dalam proses pemahaman materi ajar
dengan media contoh fisik. Sinergi yang baik, akan menjadikan pembelajaran dan
lingkungan lembaga menjadi terkendali dan kondusif. Bagi Liem Khing Nio, dalam
hal pendidikan, semua amat tergantung dari yang tua. Kalau mau mendapatkan
pendidikan yang baik, yang tua harus memberi contoh yang baik pula. Ini berlaku
tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Jadi contoh itu merupakan hal yang
paling penting dalam pendidikan. Kita tidak usah banyak omong, tidak usah
gembar-gembor, tidak usah menyuruh anak membuat semboyan atau yel-yel, atau
membuat maklumat lalu ditempelkan di mana-mana dan setiap pagi diucapkan. Apa
arti semua, kalau yang tua tidak memberi contoh? Keharusan memberi contoh itu
tidak hanya berlaku untuk zaman dahulu, tetapi juga untuk mendatang, bahkan
sampai akhir zaman. Contoh tidak hanya diberikan kepada anak-anak saja, tetapi
terus diberikan seiring dengan perkembangan usia dan jiwa anak. Selama contoh
itu hilang dari pendidikan, jangan harap akan diperoleh manusia yang diharapkan
(Tonny, 2004. 48-49).
Kepala Sekolah
|
Gambaran struktur pengelolaan museum mini di atas, merupakan
kesatuan sistem untuk membangkitkan gairah pembelajaran dalam lingkup lembaga
pendidikan. Tugas kepala sekolah sendiri selain sebagai penanggungjawab, juga
bisa memberikan motivasi kepada guru maupun anak didiknya. Sedangkan waka
kurikulum merupakan penggerak aktif kepada ketua jurusan IPS maupun ketua
rumpun IPS agar bisa mengoptimalkan keberadaan museum mini IPS. Sedangkan Waka
Humas, sangat dibutuhkan dalam penginformasian yang ter-update dari keberadaan
museum mini IPS tersebut, mungkin bisa bekerja sama dengan pihak luar lembaga
untuk meningkatkan keberadaan museum mini. Sebagai Waka SasPras, bergerak dalam
bidang penambahan koleksi museum mini tentunya, serta mengerahkan tukang
kebersihan untuk selalu membersihkan, serta mengontrol ruangan.
Tugas dari pengelola museum mini sendiri memerlukan tanggungjawab yang penuh, menginventaris, mengecek benda-benda koleksi, menjaga keamanan dan stabilitas penggunaan ruangan, membuat absen dan jurnal pemakaian, serta mengkondusifkan ruangan ketika ada guru atau pengajar yang sedang memakai.
Tugas dari pengelola museum mini sendiri memerlukan tanggungjawab yang penuh, menginventaris, mengecek benda-benda koleksi, menjaga keamanan dan stabilitas penggunaan ruangan, membuat absen dan jurnal pemakaian, serta mengkondusifkan ruangan ketika ada guru atau pengajar yang sedang memakai.
PENUTUP
Simpulan
Model pemahaman materi ajar dengan langsung memberikan contoh
berupa koleksi yang ada di museum mini, merupakan proses pembelajaran
alternatif yang efektif. Model pembelajaran dengan konsep memahamkan materi
ajar menerapkan contoh bukti langsung, dan dibawa pada ruangan museum mini,
memiliki tujuan teoritik yang humanistic, adaptatif, dan memiliki orientasi
kedepan yang baik. Di museum mini sendiri pada dasarnya pembelajaran yang
sederhana, normatif, dan juga anak didik belajar bernarasi dengan koleksi
museum mini, yang tentunya sesuai dengan materi ajar yang sedang dipelajarinya.
Model pembelajaran dengan di bawa ke museum mini merupakan penerapan studi yang di kemas secara koheren dengan hakikat pendidikan yang memahamkan. Namun secara filosofi, hakikat pembelajaran adalah untuk memfasilitasi aak didik dan pengajar dalam menumbuh kembangkan kesadaran belajar, sehingga anak didik mampu mengolah otak untuk berpikir yang baik, dan mampu memcahkan permasalahan. Sehingga museum mini untuk pembelajaran alternatif dalam konsep memahamkan anak didik dalam materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial.
Model pembelajaran dengan di bawa ke museum mini merupakan penerapan studi yang di kemas secara koheren dengan hakikat pendidikan yang memahamkan. Namun secara filosofi, hakikat pembelajaran adalah untuk memfasilitasi aak didik dan pengajar dalam menumbuh kembangkan kesadaran belajar, sehingga anak didik mampu mengolah otak untuk berpikir yang baik, dan mampu memcahkan permasalahan. Sehingga museum mini untuk pembelajaran alternatif dalam konsep memahamkan anak didik dalam materi ajar Ilmu Pengetahuan Sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka.
Baharuddin dan Wahyuni, 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Bungin, Burhan,
2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Rajawali Grafindo Persada.
. ,
2009. Sosiologi Komunikasi; Teori,
Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta :
Penerbit Kencana.
Johson, Elaine B., 2010. CTL: Contextual Teaching & Learning, Menjadikan
Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung : Penerbit
Kaifa.
Koentjaraningrat (Ed.).
1997. Metode-Metode Penelitian
Masyarakat, Edisi Ketiga. Jakarta : PT Gramedia Utama.
Kridalaksana,
Harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende Flores : Nusa
Indah.
Munandar,
Utami, 2009. Pengembangan Kreativitas
Anak Berbakat. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Rahmad, Jalaluddin, 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT
Remaja Rosadakarya.
Suparno, 2000. Budaya Komunikasi yang Terungkap dalam Wacana Bahasa Indonesia.
Malang : Universitas Negeri Malang.
Tonny
d. Widiastono (Ed), 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta :
Penerbit Kompas.
Ucahyana. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Makalah
I Wayan Santyasa, 2007. Model-model Pembelajaran
Inovatif. Disajikan dalam Pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi
Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007.
Peraturan Pemerintah Mengenai
Permuseman, Tahun 1995.
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum
(diunduh, 10/06/2013 | 23:45 WIB).
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/03/12/karakteristik-mata-pelajaran-ilmu-pengetahuan-sosial-ips/
(diunduh, 15/06/2013 | 05:06 WIB).
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial
(diunduh, 15/06/2013 | 05:25 WIB).
staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pendidikan%20IPS%20SD.pdf
(diunduh, 17/06/2013 | 03:11 WIB)